Selasa, 14 Desember 2010

Kelenjar Endokrin (cushing sindroms)


Kita telah banyak mempelajari berbagai sistem yang bekerja dalam tubuh organisme hidup. Kita juga telah memahami bahwa di antara berbagai sistem tersebut terjadi interaksi kait-mengait yang mengharuskan bahwa interaksi antara berbagai sistem berlangsung lancar tanpa ada kekacauan. Adakah yang mengatur dan mengkoordinasikan semua proses tersebut? Misalnya, mengapa suatu jaringan dapat tumbuh dan suatu saat berhenti tumbuh? Mengapa pula seekor ulat dapat berubah menjadi kupu-kupu? Dan lain-lain.
Semua proses tersebut diatur dan dikoordinasikan secara kimiawi. Bahan kimiawi yang dimaksud tersebut adalah hormon, dan jaringan yang menghasilkan hormon adalah kelenjar endokrin. Hormon merupakan zat kimia yang disekresikan ke dalam cairan tubuh oleh satu sel atau sekelompok sel dan mempunyai efek pengaturan. Berbeda dengan kelenjar-kelenjar yang telah dipelajari, bahwa kelenjar-kelenjar itu mempunyai saluran keluar, maka kelenjar endokrin tidak mempunyai saluran keluar. Maka kelenjar endokrin sering dinamakan kelenjar tidak bersaluran atau kelenjar buntu.
Gangguan terhadap kelenjar endokrin dapat berupa hipersekresi ataupun hiposekresi hormon dari kelenjar tersebut.
1. ANATOMI dan FISIOLOGI

Gambar I.1 Anantomi Kelenjar Endokrin

Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin yang tersebar di seluruh tubuh yang melaksanakan fungsinya dengan mensekresikan hormon. Hormon-hormon tersebut di antaranya:
A.    Kelenjar Endokrin dengan Sasaran Kelenjar Endokrin lain
1.      Kelenjar Hipofisis
Keistimewaan kelenjar hipofisis yang terletak di bawah batang otak, bahwa kelenjar tersebut mempunyai sasaran berbagai kelenjar endokrin lain. Maka tidak jarang kelenjar ini disebut pula sebagai “kelenjar penguasa” atau “master of gland”. Dalam perkembangannya, kelenjar hipofisis berasal dari dua jaringan terpisah, yaitu: 
a. Adenohipofisis (Hipofisis Anterior)

Bagian kelenjar ini berasal bukan dari jaringan saraf, melainkan berasal dari atap rongga mulut. Dalam perkembangannya tonjolan dari atap rongga mulut tersebut kemudian melepaskan diri dan bersatu dengan nerohipofisis yang berada di belakangnya. Kelenjar ini menghasilkan berbagai hormon yang berbeda, yaitu: 
  • Hormon Triotropik.Mempunyai sasaran kelenjar tiroid, sehingga kelenjar tiroid tersebut dirangsang untuk menghasilkan atau merangsang hormon-hormonnya, yaitu tiroksin dan triiodotironin. 
  • Hormon Adrenokotikotrofik. Dalam bahasa Inggris dikenal Adreno Cortico Trofik Hormone (ACTH), hormon ini memmpunyai sasaran korteks kelenjar adrenal sehingga korteks kelenjar adrenal tersebut mensekresi hormon-hormonnya, yaitu aldosteron, kortisol dan androgen. 
  • Hormon gonadotrofik. Hormon ini mempunyai sasaran gonade. Paling sedikit ada dua jenis hormon yang termasuk ke dalam gonadotropfik, yaitu: FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang berfungsi untuk merangsang perkembangan sel-sel folikel dalam ovarium untuk berkembang dan menghasilkan hormon wanita sebelum ovulasi, sedangkan pada laki-laki  FSH ini dikenal sebagai ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone) yang berfungsi untuk merangsang sel-sel dalam jaringan testis untuk menghasilkan hormon testosteron. Dan LH (Luteinizing Hormone) memainkan peranan penting dalam menimbulkan proses ovulasi; juga menimbulkan sekresi hormon wanita (estrogen dan progesteron) oleh ovarium dan testosteron oleh testis. 
  • Hormon somatotrofik. Disebut juga hormon pertumbuhan, yang menyebabkan hampir seluruh sel dan jaringan tubuh. Sasaran hormon ini bukan kelenjar endokrin melainkan organ lain seperti tulang dan hati. 
  • Hormon prolaktin.  Hormon ini juga mempunyai sasaran bukan kelenjar endokrin melainkan kelenjar susu pada wanita. Pada wanita hamil dan menyusui kelenjar susunya dirangsang oleh hormon prolaktin ini sehingga akan menghasilkan air susu, dan meningkatkan perkembangan payudara

    b.       Nerohipofisis (Hipofisis Posterior)
    Bagian kelenjar hipofisis yang berasal dari lanjutan jaringan otak, sehingga strukturnya mirip jaringan saraf. Sel-sel penghasil hormonnya sendiri tidak berada di hipofisis, melainkan di batang otak. Sel-sel penghasilnya adalah sel saraf yang juga mempunyai tonjolan sebagai akson. Hormon yang dihasilkan diangkut melalui akson dan dilepaskan dari ujung-ujung akson yang berada dalam nerohipofisis.
    Hormon utama yang dihasilkan oleh nerohipofisis (hipofisis posterior) yaitu oksitosin dan antidiuretik (vasopresin).
    o   Oksitosin
    Oksitosin yang mengatur kontraksi otot-otot dinding uterus, dengan membuat uterus berkontraksi selama proses persalinan, juga membantu dalam mengeluarkan bayi; juga membuat sel-sel mioepitelial dalam payudara berkontraksi, sehingga mengeluarkan air susu dari payudara sewaktu bayi menghisap.
    o   Antidiuretik (vasopresin)
    Vasopresin mengatur kontraksi otot arteri kecil sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Selain itu vasopresin juga merangsang pipa-pipa nefron dalam ginjal untuk menyerap kembali air yang disaring, sehingga air kemih menjadi pekat.elial dalam payudara berkontraksi, sehingga mengeluarkan air susu dari payudar
    2.      Hipotalamus
    Sebenarnya hipotalamus merupakan bagian dari batang otak, sehingga jaringan ini termasuk dalam sistem saraf otak. Namun sel-sel saraf dalam hipotalamus mampu menghasilkan bahan kimia yang dapat mempengaruhi sel-sel kelenjar endokrin. Dengan demikian, hipotalamus dapat dianggap sebagai kelenjar endokrin yang hormonnya mempunyai sasaran kelenjar hipofisis.
    Karena kelenjar hipofisis merupakan kelenjar endokrin juga, maka hormon yang dilepas oleh kelenjar hipofisis dinamakan faktor pelepas hormon (hormone releasing factor). Setiap hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dilepaskan oleh pengaruh faktor pelepas hormon dari hipotalamus.
    Hormon-hormon pelepas dan penhambat hipotalamus yang terpenting adalah:
    a.       Hormon pelepas tiroid (TRH), yang menyebabkan pelepasan hormon perangsang tiroid.
    b.      Hormon pelepas kortikotropin (CRH), yang menyebabkan pelepasan hormon adrenokortikotropin.
    c.       Hormon pelepas pertumbuhan (GHRH), yang menyebabkan pelepasan hormon pertumbuhan dan hormon penghambat pertumbuhan (GHIH), yang mirip dengan hormon somatostatin dan menghambat pelepasan hormon pertumbuhan.
    d.      Hormon pelepas gonadotropin (GnRH), yang menyebabkan pelepasan dari dua hormon gonadotropik, hormon lutein dan hormon perangsang folikel.
    e.       Hormon penghambat prolaktin (PIH), yang menghambat sekresi prolaktin.n oleh kelenjar hipofisis dilepaskan oleh pengaruh faktor pelepas hormon dari hipotalamus. faktor pelepas h
    B.     Kelenjar Endokrin Khusus
    Maksud dari kelenjar endokrin khusus yaitu kelenjar endokrin yang secara khusus menghasilkan hormon dengan sasaran bukan kelenjar endokrin dan fungsi yang khas. Dalam kelenjar tersebut tidak terdapat jaringan lain yang berfungsi lain seperti kelenjar endokrin yang dibahas diatas. Diantara kelenjar-kelenjar tersebut adalah:
    1.      Kelenjar Tiroid
    Kelenjar tiroid terdapat di leher. Pelepasan hormon tirod dirangsang oleh kelenjar adenohipofisis (hipofisis anterior) yaitu Thyroid Stimulating Hormone (TSH) atau hormon triotropik. Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid tersebut adalah:
    o   Tiroksin (T4)
    Meningkatkan kecepatan reaksi kimia dalam hampir semua sel tubuh, jadi meningkatkan tingkat metabolisme tubuh secara umum.
    o   Triiodotironin (T3)
    Meningkatkan kecepatan reaksi kimia dalam hampir semua sel tubuh, jadi meningkatkan tingkat metabolisme tubuh secara umum.
    o   Kalsitonin
    Memacu pengendapan kalsium di dalam tulang sehingga menurunkan konsentrasi kalsium dalam cairan ekstraseluler.
    2.      Kelenjar Paratiroid
    Kelenjar paratiroid terdapat dua pasang, yang biasanya terletak di belakang kelenjar tiroid. Kadang-kadang kelenjar tersebut “terkubur” dalam kelenjar tiroid. Hormon parariroid sangat diperlukan untuk pemanfaatan kalsium dan fosfat. Pelepasan hormon ini juga dirangsang oleh hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adenohipofisis. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid adalah:
    o   Parathormon
    Mengatur konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstraseluler dengan cara mengatur absorpsi kalsium dalam usus, ekskresi kalsium oleh ginjal dan pelepasan kalsium dari tulang.
    3.      Kelenjar Adrenal
    Kelenjar adrenal pada manusia terletak pada ujung setiap ginjal, sehingga dinamakan juga kelenjar suprarenal. Kelenjar ini dapat dibedakan dengan jelas bagian korteks yang terdapat dekat permukaan dan bagian medula yang terdapat di tengah-tengah kelenjar.
    Bagian korteks kelenjar adrenal menghasilkan hormon:
    o   Aldosteron
    Hormon aldosteron ini berfungsi mengurangi ekskresi natrium oleh ginjal dan meningkatkan ekskresi kalium, sehingga meningkatkan jumlah natrium tubuh disamping menurunkan jumlah kalium tubuh.
    o   Kortisol
    Hormon kortisol mempunyai banyak sekali fungsi metabolik untuk mengatur metabolisme baik protein, lemak dan karbohidrat.
    o   Androgen
    Hormon androgen berperan dalam lonjakan pertumbuhan masa puberitas.
    Bagian medula adrenal menghasilkan hormon efinefrin dan norefinefrin yang berfungsi memperkuat sistem saraf simpatis, berperan dalam adaptasi terhadap stress dan pengaturan tekanan darah.
    C.    Kelenjar Endokrin dalam Organ lain
    Ada sejumlah hormon yang dihasilkan oleh sel-sel yang terdapat dalam organ yang fungsi utamanya bukan sebagai kelenjar endokrin. Yang termasuk dalam kategori tersebut, adalah:
    1.      Lambung dan Duo Denum
    Lambung dan Duo Denum merupakan salah satu dari saluran pencernaan yang menghasilkan hormon-hormonnya dalam selaput lendirnya. Hormon-hormon tersebut adalah:
    o   Gastrin
    Gastrin yang merangsang sekresi kelenjar pencernaan lambung. Gastrin dihasilkan oleh sel-sel dalam selaput lendir lambung.
    o   Sekretin
    Sekretin merangsang sekresi kelenjar pankreas. Hormon ini dihasilkan oleh sel-sel dalam selaput lendir mukosa saluran pencernaan.
    o   Kolestositokinin
    Kolestositokinin merangsang pelepasan cairan empedu dari kantung empedu. Hormon ini dihasilkan oleh sel-sel dalam selaput lendir duo denum.
    Jadi pada intinya hormon yang dihasilkan oleh lambung dan duo denum ini berfunsi untuk mengontrol motilitas dan sekresi untuk mempermudah proses pencernaan dan penyerapan.
    2.      Pulau Langerhans
    Pulau Langerhans merupakan suatu sel-sel kelenjar endokrin yang berkumpul sebagai bercak-bercak pulau di antara kelenjar pankreas yang menghasilkan hormon-hormon yang terdapat di dalam pankreas, di mana pankreas merupakan kelenjar penghasil enzim-enzim pencernaan
    Dalam pulau Lengerhans tersebut paling sedikit terdapat tiga jenis sel kelenjar endokrin, yaitu:
    o   Sel beta (β)
    Sel β menghasilkan hormon insulin yang mengatur kadar glukosa dalam darah. Selain itu fungsi insulin adalah mendorong penyerapan dan penggunaan nutrien oleh sel.
    o   Sel alfa (α)
    Sel α menghasilkan hormon glukagon yang mempunyai efek berlawanan dengan insulin. Di mana hormon ini bertugas mengubah glikogen menjadi glukosa apabila kadar glukosa dalam darah sedikit. Fungsi dari hormon ini adalah mempertahankan kadar nutrien dalam darah selama fase pasca absorptif.
    . fungsi i bertugas mengubah glikogen menjadi glukosa apabila kadar glukosa dalam darah se
    o   Sel D
    Sel D menghasilkan hormon somatostatin yang berfungsi untuk menghambat pencernaan dan penyerapan nutrien, menghambat sekresi semua hormon pankreas.
    3.      Gonad
    Kelenjar gonad ini menhasilkan hormon sex, baik pada wanita maupun pada laki-laki. Pada wanita menghasilkan hormon estrogen dan progesteron, sedangkan pada laki-laki menghasilkan hormon testosteron.
    o   Hormon kelamin laki-laki
    Pada laki-laki hormon yang dihasilkan oleh kelenjar gonad khususnya sel Leydig di dalam testis, ini adalah hormon testosteron yang fungsinya adalah merangsang produksi sperma, bertanggung jawab untuk perkembangan karakteristik sex sekunder dan meningkatkan dorongan sex juga meningkatkan lonjakan pertumbuhan pada masa puberitas dan mendorong penutupan lempeng epifisis pada tulang.
    o   Hormon kelamin wanita
    Pada wanita hormon yang dihasilkan oleh kelenjar gonad khususnya sel-sel endokrin di dalam ovarium, ini menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Di mana fungsi dari hormon estrogen adalah mendorong perkembangan folikel, berperan dalam perkembangan karakteristik sekunder dan merangsang pertumbuhan uterus dan payudara juga mendorong penutupan lempeng epifisis pada tulang. Sedangkan hormon progesteron berfungsi untuk mempersiapkan rahim untuk kehamilan (di dalam uterus).
    4.      Plasenta
    Organ plasenta menghasilkan hormon estrogen dan progesteron juga gonadotropin korionik. Di mana estrogen dan progesteron mempunyai sasaran uatam yaitu organ sex wanita yang berfungsi untuk membantu mempertahankan kehamilan dan mempersiapkan payudara untuk menyusui. Hormon gonadotropin korionik mempunyai sasaran kerja yaitu korpus luteum ovarium yang berfungsi dalam mempertahankan korpus luteum kehamilan.
    5.      Ginjal
    Organ ginjal ini menghasilkan renin dan eritropoietin. Di mana renin mempunyai target kerja zona glomerulus korteks adrenal dan berfungsi dalam sekresi aldosteron (RAA sistem). Sedangkan eritropoietin mempunyai sasaran kerja yaitu sumsum tulang untuk merangsang produksi eritrosit.
    D.    Kelenjar Timus
    Kelenjar timus mempunyai peran sentral dalam perkembangan imunitas seseorang. Dalam kelenjar timus inilah sel-sel limfosit yang belum dewasa dari sumsum tulang berkembang menjadi lebih dewasa menjadi limfosit yang disebut limfosit T (T diambil dari Timus).
    Kelenjar timus ini menghasilkan hormon timosin yang berperan dalam meningkatkan poliferasi dan limfosit T sehingga setelah bertambah besar atau beranjak dewasa mampu berperan dalam sistem pertahanan tubuh.
    E.     Kelenjar Pineal
    Kelenjar pineal menghasilkan hormon yang mempunyai berbagai efek terhadap manusia maupun binatang. Salah satu di antaranya adalah hormon melatonin, yang berasal dari serotonin. Hormon ini mempunyai efek antagonistik terhadap melanocyte stimulating hormone (MSH). Di samping itu hormon ini juga menghambat fungsi gonad. Sehingga muncul anggapan bahwa hiperfungsi pineal berhubungan dengan puberitas yang terlambat dan hipofunsi pineal menyebabakan puberitas yang terlalu cepat.

    Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin yang tersebar di seluruh bagian tubuh yang melaksanakan fungsinya dengan mensekresikan hormon. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kelenjar endokrin menghasilkan hormon untuk mengatur segala aktivitas tubuh, untuk itu ringkasan hormon-hormon tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.




    Tabel I.1
    Ringkasan hormon-hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin

    Kelenjar endokrin
    Hormon yang dihasilkan
    Sel sasaran kelenjar endokrin
    Fungsi utama hormon
    Hipofisis Anterior
    TSH
    Sel folikel tiroid
    Merangsang sekresi T3 dan T4
    ACTH
    Zona fasikular dan zona retikularis korteks adrenal
    Merangsang sekresi kortisol
    Gonad FSH/ICSH
    Wanita: folikel ovarium
    Merangsang perkembangan sel-sel folikel dalam ovarium untuk berkembang dan menghasilkan hormon wanita sebelum ovulasi
    Pria: sel inyerstisium Leydig di testis
    Merangsang sel-sel dalam jaringan testis untuk menghasilkan hormon testosteron dan produksi sperma
    Gonad LH
    Wanita: folikel ovarium dan korpus luteum
    Memainkan peranan penting dalam menimbulkan proses ovulasi; juga menimbulkan sekresi hormon wanita (estrogen dan progesteron) oleh ovarium
    Pria: tubulus seminiferus di testis
    Merangsang sel-sel dalam jaringan testis untuk menghasilkan hormon testosteron
    Hormon pertumbuhan (GH)
    Tulang; jaringan lunak
    Esensial tetapi bukan satu-satunya penyebab pertumbuhan; merangsang pertumbuhan tulang dan jaringan lunak; pengaruh metabolik mencakup anabolisme protein, mobilisasi lemak dan konservasi glukosa
    Hati
    Merangsang sekresi somatostatin
    Prolaktin
    Kelenjar mammalia
    Mendorong perkembangan payudara, merangsang sekresi air susu
    Hipofisis Posterior
    Oksitosin
    Uterus
    Membuat uterus berkontraksi selama proses persalinan
    Kelenjar mammalia
    Membuat sel-sel mioepitelial dalam payudara berkontraksi, sehingga mengeluarkan air susu dari payudara sewaktu bayi menghisap
    Vasopresin
    Tubulus di ginjal
    Merangsang pipa-pipa nefron dalam ginjal untuk menyerap kembali air yang disaring, sehingga air kemih menjadi pekat
    Arteriol
    Mengatur kontraksi otot arteri kecil sehingga dapat meningkatkan tekanan darah
    Hipotalamus
    TRH, CRH, GHRH, GnRH, PIH, GHIH
    Hipofisis Anterior
    Mengontrol pengeluaran hormon-hormon hipofisis anteriol
    Sel folikel kelenjar tiroid
    Tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
    Sebagian besar sel
    Meningkatkan kecepatan reaksi kimia, sehingga meningkatkan tingkat metabolisme tubuh
    Sel C kelenjar tiroid
    Kalsitonin
    Tulang
    Menurunkan konsentrasi kalsium dalam cairan ekstraseluler
    Kelenjar paratiroid
    Parathormon (HPT)
    Tulang, ginjal, usus
    Mengatur konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstraseluler dengan cara mengatur absorpsi kalsium dalam usus, ekskresi kalsium oleh ginjal dan pelepasan kalsium dari tulang
    Korteks adrenal s an dotironin (T anteriolg sekresi air susu
    Zona glomerolusa: Aldosteron
    Tubulus di ginjal
    Mengurangi ekskresi natrium oleh ginjal dan meningkatkan ekskresi kalium, sehingga meningkatkan jumlah natrium tubuh disamping menurunkan jumlah kalium tubuh
    Zona fasikulata: Kortisol
    Sebagian besar sel
    Meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengorbankan simpanan protein dan lemak
    Zona retikularis: Androgen
    Wanita: tulang dan otak
    Berperan dalam lonjakan pertumbuhan masa puberitas
    Medula Adrenal
    Epinefrin dan norepinefrin
    Reseptor simpatis di seluruh tubuh
    Berfungsi memperkuat sistem saraf simpatis, berperan dalam adaptasi terhadap stress dan pengaturan tekanan darah
    Organ Lambung dan Duo denum
    Gastrin
    Kelenjar eksokrin dan otot polos di saluran pencernaan
    Merangsang sekresi kelenjar pencernaan lambung
    Sekretin
    Kelenjar eksokrin dan otot polos di pankreas
    Merangsang sekresi kelenjar pankreas
    Kolesitokinin
    Kelenjar eksokrin dan otot polos di hati dan kantung empedu
    Merangsang pelepasan cairan empedu dari kantung empedu
    Pulau Langerhans
    Insulin (sel β)
    Sebagian besar sel
    Mengatur kadar glukosa dalam darah, mendorong penyerapan dan penggunaan nutrien oleh sel
    Glukagon (sel α)
    Sebagian besar sel
    Mengubah glikogen menjadi glukosa apabila kadar glukosa dalam darah sedikit, mempertahankan kadar nutrien dalam darah selama fase pasca absorptif
    Somatostatin (sel D)
    Sistem pencernaan, sel pulau pankreas
    Menghambat pencernaan dan penyerapan nutrien, menghambat sekresi semua hormon pankreas
    Gonadotropin
    Wanita: Ovarium
    Estrogen
    Organ sex wanita, tubuh secara keseluruhan
    Perkembangan karakteristik sekunder dan merangsang pertumbuhan uterus dan payudara
    Tulang
    Mendorong penutupan lempeng epifisis
    Progesteron
    Uterus
    Mempersiapkan rahim untuk kehamilan
    Gonadotropin
    Pria: testis
    Testosteron
    Organ sex pria, tubuh secara keseluruhan
    Merangsang produksi sperma, bertanggung jawab untuk perkembangan karakteristik sex sekunder dan meningkatkan dorongan sex
    Tulang
    Meningkatkan lonjakan pertumbuhan pada masa puberitas dan mendorong penutupan lempeng epifisis
    Organ plasenta
    Estrogen dan progesteron
    Organ sex wanita
    Membantu mempertahankan kehamilan dan mempersiapkan payudara untuk menyusui
    Gonadotropik korionik
    Korpus luteum ovarium
    Mempertahankan korpus luteum kehamilan
    Organ ginjal
    Renin (àangiotensin)
    Zona glomerolusa korteks adrenal
    Sekresi aldosteron (RAA sistem)
    Eritropoietin
    Sumsum tulang
    Merangsang produksi eritrosit
    Kelenjar Timus
    Timosin
    Limfosit T
    Meningkatkan poliferasi dan limfosit T sehingga setelah bertambah besar atau beranjak dewasa mampu berperan dalam sistem pertahanan tubuh
    Kelenjar Pineal
    Melatonin
    Hipofisis anterior, organ reproduksi
    Menghambat gonadotropin, mulainya masa puberitas disebabkan karena penurunan sekresi melatonin


    KELENJAR ADRENAL
    Kelenjar adrenal pada manusia terdapat di kedua ginjal yang masing-masing terbenam dalam suatu kapsul lemak. Kedua kelenjar adrenal, yang masing-masing mempunyai berat kira-kira 4 gram, terletak di kutub superior dari kedua ginjal. Seperti yang tampak pada gambar I.2, tiap kelenjar terdiri atas dua bagian yang berbeda, yaitu medula adrenal dan korteks adrenal. Medula adrenal yang merupakan 20% bagian kelenjar terletak di pusat (bagian tengah) kelenjar, dan secara fungsional berkaitan dengan sistem saraf simpatis; mensekresi hormon-hormon epinefrin dan norepinefrin sebagai respon terhadap rangsangan simpatis. Selanjutnya hormon-hormon ini akan menyebabkan efek yang hampir sama denganperangsangan langsung pada saraf-saraf simpatis di seluruh bagian tubuh. 
    Korteks adrenal mensekresi kelompok hormon yang berbeda sama sekali, yaitu kortikosteroid (mineralokortikoid, glukokortikoid dan androgen). Hormon ini seluruhnya disintesis oleh kolesterol steroid dan semuanya mempunyai rumus kimia yang sama. Akan tetapi, perbedaa yang sangat sedikit dalam struktur molekulnya memberikan beberapa fungsi penting yang berbeda.



KORTEKS ADRENAL
Sekitar 80% kelenjar adrenal terdiri dari korteks adrenal, ada dua jenis hormon adrenokorikal yang utama, yaitu mineralokortikoid dan glukokortikoid, yang disekresikan oleh korteks adrenal. Selain hormon ini, korteks adrenal juga mensekresi sedikit hormon kelamin, terutama hormon androgen.
Disebut mineralokortikoid karena hormon ini terutama mempengaruhi elektrolit “mineral” cairan ekstraselular – terutama natrium dan kalium. Disebut glukokortikoid karena hormon inimempunyai efek yang penting dalam meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukokortikoid ini juga mempunyai efek tambahan pada metabolisme protein dan lemak yang sama pentingnya untuk fungsi tubuh dengan efek glukokortikoid pada metabolisme karbohidrat.
Dari korteks adrenal dapat dikenali lebih dari 30 jenis steroid, namun hanya dua jenis yang berguna untuk fungsi endokrin manusia, yaitu: aldosteron dan kortisol. Di mana aldosteron merupakan mineralokortikoid utama dan kortisol merupakan glukokortikoid utama.
A.          SIFAT KIMIA dari SEKRESI ADRENOKORTIKAL
A.1   Lapisan-Lapisan Korteks Adrenal dan Pembentukan Hormonnya
Dari gambar I.1 tampak bahwa korteks adrenal terdiri atas 3 lapisan yang relatif berbeda. Aldosteron disekresikan oleh zona glomerolusa, yang merupakan lapisan permukaan yang paling luar dan paling tipis. Kortisol disekresi oleh zona fasikulata yaitu lapisan tengan dan zona retikularis yang merupakan lapisan paling dalam. Androgen adrenal juga disekresi oleh kedua lapisan tersebut.
A.2   Sifat Kimia Hormon Adrenokortikal
Semua hormon adrenokortikal merupakan senyawa steroid. Hormon ini terutama dibentuk dari kolesterol yang diabsorpsi secara langsung dari sirkulasi darah yakni dengan proses endositosis melewati membran sel. Membran ini mempunyai reseptor spesifik untuk lipoprotein densitas rendah yang mengandung kolesterol dengan konsentrasi sangat tinggi, dan proses pelekatan lipoprotein ini dengan membran akan meningkatkan proses endositosis.
Gambar I.3 menunjukkan rumus kimia aldosteron dan kortisol. Atom oksigen yang terikat dengan karbon nomor 18 sangat penting untuk menimbulkan aktivitas mineralokortikoid dari aldosteron. Aktivitas glukokortikoid dari kortisol terutama disebabkan oleh adanya keto-oksigen pada karbon nomor 3 dan hidroksilasi pada karbon nomor 11 dan 21.
A.3   Pengangkutan dan Nasib Hormon Adrenal
Kortisol dalam darah terutama berkaitan dengan globulin dan disebut kortisol-terikat globulin atau transkortin, dan dalam jumlah yang lebih kecil berkaitan dengan albumin – secara normal kira-kira 94% diangkut dalam bentuk terikat dan kira-kira 6% dalam bentuk bebas. Sebaliknya aldosteron berkaitan hanya secara longgar dengan plasma protein sehingga hanya kira-kira 50% terdapat dalam bentuk bebas. Hormon-hormon ini, baik dalam bentuk terikat maupun bentuk bebas, diangkut melewati kompartemen cairan ekstrseluler.
Steroid adrenal terutama dipecahkan dalam hati dan dikonjugasi terutama untuk emmbentuk glukonida dan sedikit sulfat. Kira-kira 25% jumlah tersebut dieksresi ke dalam empedu dan selanjutnya ke dalam feses, dan sisanya yang 75% dikeluarkan ke dalam urin


 glukonida dan sedikit sulfat. kira-
B.           SINTESIS KORTIKOSTEROID
Tempat kerjanya masing-masing hidroksilase 11-, 17-, 21- ditunjukan. Kekurangan hidroksilase 21 yang ringan merusak sintesis kortisol dan mungkin aldosteron, tetapi bila berat dapat memutuskan seluruh sintesis steroid tersebut

Gambar I.4 memperlihatkan langkah-langkah utama dalam proses pembentukan ketiga steroid penting yang dihasilkan oleh korteks adrenal: aldosteron, kortisol dan androgen (steroid sex). Pada dasarnya semua tahap pembentukan ini terjadi dalam kedua organel beriku, mitokondria dan retikulum endoplasma, beberapa langkah tadi terjadi dalam salah satu organel dan beberapa tahap lain terjadi dalam organel yang lain.
C.          FUNGSI GLUKOKORTIKOID
Walaupun hormon mineralokortikoid dapat menyelamatkan hidup seekor hewan yang sudah dibuang kelenjar adrenalnya, hewan itu masih jauh dari normal. Sebaliknya, sistem metabolisme hewan tersebut untuk penggunaan protein, karbohidrat dan lemak tetap sangat kacau. Oleh karena itu, seperti halnya hormon mineral okortikoid, hormon glukokortikoid dikatakan mempunyai fungsi yang sama pentingnya dalam memperpanjang hidup seekor hewan.
Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari bahan sekresi adrenokortikal merupakan sekresi dari kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortison.
C.1   Efek Kortisol terhadap Metabolisme Karbohidrat
1.   Perangsangan Glukoneogenesis
Sejauh ini efek metabolik yang peling terkenal dari kortisol dan glukokortikoid lainnya terhadap metabolisme adalah kemampuan kedua hormon ini untuk merangsang proses glukoneogenesis (pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain) oleh hati, sering kali meningkatkan kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Keadaan ini terutama disebabkan oleh dua efek kortisol.
Pertama, kortisol meningkatkan semua enzim yang dibutuhkan untuk mengubah asam-asam amino menjadi glukosa dalam sel-sel hati. Hal ini dihasilkan dari efek glukokortikoid untuk mengaktifkan transkrips DNA didalam inti sel hati dalam cara yang sama dengan funsi aldosteron di dalam sel-sel tubulus gijal, disertai dengan pembentukan RNA messenge yang selanjutnya dapat dipakai untuk menyusun enzim-enzim yang dibutuhkan dalam proses glukogenesis.
Kedua, kortisol menyebabakan pengangkutan asam-asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot. Akibatnya, semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma, untuk masuk dalam proses glukoneogenesis dala hati dan oleh karena itu akan meningkatkan pembentukan glukosa.
 Salah satu efek peningkatan glukeneogenesis adalah sangat meningkatnya jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati.
2.   Penurunan Pemakaian Glukosa Oleh Sel
   Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh. Walaupun penyebab penurunan ini tidak diketahui, sebagian besar ahli fisiologi percaya bahwa pada suatu tempat yang terletak di antara tempat masuknya glukosa ke dalam sel dan tempat pecahnya kortisol yang terakhir, secara langsung memperlambat kecepatan pemakaian glukosa. Dugaan mekanisme ini didasarin pada pengamatan yang menunjukkan bahwa glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Oleh karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam pemakaian glikosa oleh sel.
3.   Peningkatan Konsentrasi Glukosa Darah, dan Diabetes Adrenal
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan berkurangnya kecepatan pemakaian glukosa oleh sel-sel dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Adakalanya peningkatan glukosa ini cukup besar (50% atau lebih di atas normal) yang merupaka suatu keadaan yang disebut diabetes adrnal. Diabetes adrenal mempunyai banyak persamaan dengan diabetes hipofisis. Pada diabetes adrenal,pemberian insulin hanya sedikit menurunkan tingginya kinsentrasi glikosa darah, jadi tidak sebanyak seperti pada diabetes pankreatik. Sebaliknya, insulin menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa darah yang lebih besar pada diabetes adrenal daripada diabetes hipofisis. Oleh karena itu, pada diabetes hpofisis kepekaannya terhadap insulin paling lemah, diabetes adrenal cukup peka trhadap insulin, dan diabetes pankreatik sangat peka terhadap insulin.
C.2   Efek Kortisol Terhadap Metabolit Protein
1.   Pengurangan protein sel
Salah satu efek utama dari kortisol terhadap sistem metabolisme tubuh adalah kemampuannya untuk mengurangi penyimpanan protein di seluruh sel tubuh kecuali protein dalam hati. Keadaan ini disebabkan oleh berkurangnya sintesis protein dan meningkatnya katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Kedua efek ini mungkin sebagai akibat dari berkurangnya pengangkutan asam amino ke dalam jaringan ekstrahepatik, keadaan ini mungkin bukan merupakan satu-satunya  penyebab, oleh karena kortisol juga menekan pembentukan RNA dan sintesis protein selanjutnya di sebagian besar jaringan aktrahepatik, terutama pada otot dan jaringan limfoid.
Bila kelebihan kortisol sanga banyak, otot dapat menjadi begitu lmah sehingga orang tersebut tidak dapat berdiri dari posisi jongkok. Dan fungsi imunitas dari jaringan limfoid dpat diturunkan hingga sedikit kurang dari normal.


2.   Peningkatan Protein Hati dan Protein Plasma disebabkan oleh Kortisol
Bersamaan dengan berkurangnya protein diseluruh tubuh, ternyata protein di plasma hati malah meningkat. Lebih lanjut, protein plasma (yang dihasilkan oleh hati dan kemudian dilepaskan ke dalam darah) juga akan meningkat. Peningkatan ini merupakan pengecualian untuk pengurangan protein yang terjadi di bagian tubuh yang lain. Diyakini bahwa perbedaan ini dhasilkan oleh suatu efek kemungkinan dari kortisol yang meningkatkan pengangkutan asm amino ke dalam sel-sel hati (tetapi bukan ke dalam sebagian besar sel-sel lain) dan peningkatan jumlah enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk sintesis protein.
3.  Peningkatan asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel ekstrahepatik, dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati
Penelitian akhir-akhir ini pada jaringan yang diisolasi menunjukkan bahwa kortisol menekan pengankutan asam amino ke dalam sel-sel otot dan mungkin juga ke sel-sel ekstrahepatik lainnya.
Berkurangnya asam amino yang diangkut k sel-sel ekstrahepatik akan mengurangi konsentrasi asam amino intraselular dan akibatnya akn mengurangi sintesis protein. Namun proses katabolisme protein yang terjadi di dalam sel terus melepaskan asam amino dari protein yang sudah ada dan asam amino ini akan berdifusi keluar dari sel-sel untuk meningkatkan konsentrasi asam amino dalam plasma. Oleh karena itu, kortisol memobilisasi asam amino dai jaringan-jaringan nonhepatik dan dalam melakukannya juga aka mengurangi simpanan protein di dalam jaringan.
Konsentrasi asam amino yang meningkat dalam plasma, ditamahdengan fakta kortisol juga meningkatkan pengangkutan asam amino ke dalam sel-sel hati, dapat juga berperan dalam meningkatkan pemakaian asam amino oleh hati yang menyebabkan timbulnya pengaruh seperti (1) peningkatan kecepatan deaminasi asam amino oleh hat, (2) peningkatan sintesis protein dalam hati, (3) peningkatan pembentukan protein plasma oleh hati, (4) peningkatan perubahan asam amino menjadi glukosa, yaitu meningkatkan glukoneogenesis.
Jadi, mungkin sebagian bsar efek kortisol terhadap sistem metabolisme tubuh terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari jaringan perifer sementara pada waktu yang sama meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik.
C.3   Efek Kortisol terhadap Metabolisme Lemak
1.   Mobilisasi asam lemak
Dengan pola yang sangat mirip dengan pola yang dipakai oleh kortisol untuk meningkatkan mobilisasi asam amino dari otot, kortisol ini juga meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak. Peristiwa ini akan meningkatkan konsetrasi sam lemak bebas di dalam plasma, yang juga akan meningkatkan pemakaiannya untuk energi.kortisol juga tampaknya mempunyai efek langsung untuk meningkatkan oksidasi asam lemak di dalam sel.
Mekanisme apa yang dipakai kortisol untuk menigkatkan mobilisasi asam lemak masih belum diketahui. Akan tetapi, sebagian efek itu mungkin dihasilkan dari berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak. Dalam hal ini diingatkan bahwa α-gliserofosfat, yang berasal dari glukosa, dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida di dalam sel-sel lemak, dan bila bahan ini tidak ada maka sel-sel lemak itu akanmulai melepaskan asam-asam lemaknya.
Peningkatan mobilisasi lemak oleh kortisol digabungkn dengan peningkatan oksidasi asam lemak di dalam sel membantu menggeser sistem metabolisme pada saat kelaparan atau sterss yang lain dari penggunaan glukosa untuk energi menjadi penggunaan asam lemak. Akan tetapi, mekanisme kortisol ini, membutuhkan waktu beberapa jam untuk bekerja dengan penuh tidak secepat atau sekuat efek pergeseran yang yang disebabkan oleh penurunan insulin. Walaupun demikian, peningkatan pnggunaan asam lemak untuk energi metabolisme merupakan suatu faktor yang penting untuk penyimpanan glukosa tubuh dan glikogen jangka panjang.


2.   Kegemukan akibat kortisol
Walaupun kortisol dapat menyebabkan timbulnya mobilisasi asam lemak secukupnya dari jaringan lemak, banyak penderita yang kelebihan sekresi kortisol seringkali menderita kegemukan yang khas, dengan penumpukkan lemak yang berlebihan di daerah dada dan di daerah kepalanya, sehingga badannya sepaerti sapi dan wajahnya bulat yang disebut “moon face”. Walaupun penyebabnya tidak diketahui, ada pendapat yang mengatakan bahwa kegemukan ini disebabkan oleh perangsangan asupan makanan secara berlebihan, sehingga pada beberapa jaringan tubuh, pembentukan lemak berlangsung lebih cepat dari mobilisasi dan oksidasinya.
C.4   Fungsi Kortisol pada Stres dan Peradangan
Sangat mengagumkan bahwa hampir semua jenis stres, apakah bersifat fisik ata neurogenik, akan menyebabkan peningkatan sekresi ACTH dengan segera dan bermakna oleh kelenjar hipofisis anterior. Beberapa jenis stres yang meningkatkan pelepasn kortisol adalah sebagai berikut ;
1.      Hampir semua jenis trauma
2.      Infeksi
3.      Kepanasan atau kedinginan yang hebat
4.      Penyuntikan norepinefrin dan obat-obat simpatomimetik lainnya
5.      Pembedahan
6.      Penyuntikan bahan yang bersifat nekrolisis di bawah kulit
7.      Mengekang seekor binatang sehingga tak dapat bergerak
8.      Hampir setiap penyakit yang menyebaban kelemahan
Jadi, sebenarnya ada banyak rangsangan nonspesifik yang dapat menyebabkan peningkatan kecepatan sekresi kortisol secara bermakna oleh korteks adrenal.
C.5   Efek Anti-Inflamasi Kortisol
Bila jaringan rusak akibat trauma, infeksi bakteri, maka jaringan itu hampir selalu akan “meradang”. Pemberian kortisol dalam jumlah banyak biasanya dapat menghambat proses inflamasi atau dapat membalikan sebagian efeknya ketika proses inflamasi mulai terjadi. Tahap-tahap dasar dari proses inflamasi ada 5, yaitu :
1.      sel-sel jaringan yang rusak akan melepaskan bahan-bahan kimia yang mengaktifkan proses inflamasi.
2.      peningkatan aliran darah dalam daerah yang meradangyang disebabkan oleh pelepasan beberapa produk jaringan, yang disebut eritema.
3.      kebocoran plasma yang keluar dari pembuluh kapiler yang diikuti dengan membekunya cairan jaringan
4.      infiltrasi leukosit ke dalam daerah radang
5.      penyembuhan jaringan yang disertai dengan pertumbuhan jaringan fibrosa ke arah dalam.

Kortisol memiliki dua efek anti-inflamasi, yaitu :
1)      Pencegahan Perkembangan Inflamasi-Pemantapan Lisosom dan Efek Yang Lain
-          Kortisol dapat menyebabkan stabilisasi membran lisosom. Yaitu membuat membran lisosom intraseluler menjadi lebih sulit pecah daripada keadaan normal. Karena sebagian besar enzim proteolitik yang dilepaskan oleh sel-sel yang rusak untuk menimbulkan inflamasi disimpan di lisosom sehingga dilepaskan dalam jumlah yang sangat berkurang.
-          Kortisol menurunkan permeabilitas kapiler, mungkin sebagai efek sekunder dari penurunan pelepasan enzim proteolitik.
-          Kortisol menurunkan migrasi sel darah putih ke dalam daerah inflamasi dan fagositosis dari sel yang rusak.
-          Kortisol menekan sistem imun, menyebabkan refroduksi limfosit menurun dengan nyata.
-          Kortisol menurunkan demam terutama karena kortisol mengurangi pelepasan inerleukin-1 dari sel darah putih, yang merupakan salah satu perangsang utama terhadap sistem pengatur temperatur hipotalamus.
2)      Efek Kortisol Dalam Menyebabkan Penyembuhan Inflamasi
Pemberian kortisol sering kali dapat mengurangi proses inflamasi selama beberapa jam sampaibeberapa hari lamanya. Efek yang segera timbul adalah penghambatan sebagian besar faktor yang meningkatkan terjadinya inflamasi. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh faktor yang menyebabkan tubuh melawan berbagai stress fisik sewaktu banyak sekali kortisol disekresikan yang diakibatkan oleh adanya pengangkutan asam amino dan pemakaian bahan ini untuk memperbaiki jaringan yang rusak; keadaan ini mungkn disebabkan oleh peningkatan glukoneogenesis yang membuat cadangan glukosa dalam sistem metabolisme kritis atau mungkin dihasilkan dari peningkatan jumlah asam lemak yang tersedia untuk energi sel; atau keadaan ini mugkin bergantung pada adanya beberapa efek kortisol yang menginaktivasi atau membuang pproduk inflamasi.
Efek kortisol memainkan peranan penting dalam melawan beberapa penyakit tertentu, misalnya artritis reumatoid, demam rematik, glomerulonefritis akut.
D.          HIPERADRENALISME – SINDROM CHUSING
Hipersekresi oleh korteks adrenal akan menyebabkan terjadinya sekumpulan efek hormonal yang disebut sebagai penyakit chusing sindrom. Penyakit ini disebabkan oleh adanya tumor yang menyekresi kortisol pada salah satu korteks adrenal atau adanya hiperplasia menyeluruh pada kedua korteks adrenal. Sebaliknya hiperplasia biasa disebabkan oleh meningkatnya sekresi ACTH oleh hifofisis anterior atau adanya” sekresi ektopik “. ACTH bisa terletak pada karsinoma abdominal.
Gejala khusus dari penyakit chusing adalah adanya mobilisasi lemak dari bagian bawah tubuh, disertai dengan banyaknya penimbunan lemak tambahan di daerah toraks dan regio abdomen atas, sehingga tubuh tampak seperti tubuh kerbau. Sekresi steroid berlebihan juga menyebabkan wajah penderita membengkak karena adanya pengaruh dari hormon androgen maka kadang kala menimbulkan jerawat dan hirsutisme (pertumbuhan bulu wajah yang berlebihan).

Efek terhadap metabolisme karbohidrat dan protein pada sindrom cushing.
Pada sindrom cushing sekresi kortisol yang berlimpah dapat menyebabkan naiknya konsentrasi glukosa darah yang sering mencapai 200 mg/dl setelah makan, dua kali dari normal. Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya glukoneogenesis.

I.             ETIOLOGI
1.      Menurut Cushing pada sebagian besar penderita ditemukan tumor basofil pada hipofisis anterior disebut penyakit Cushing.
2.      Meningkatnya kadar ACTH yang beredar menyebabkan korteks adrenal menjadi hiperaktif. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa orang-orang yang mendapat pengobatan dengan kortison untuk jangka waktu yang lama, kemudian akan menderita sindrom Cushing.

II.          PATOFISIOLOGI
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan klinik yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari kenaikan kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Sindrom cushing dapat diakibatkan oleh pemberian glkokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologis (iatrogenis) atau oleh sekresi kortisol berlebihan yang disebabkan oleh gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (spontan).
Sindrom cushing dapat dibagi dalam dua jenis : (1) ACTH dependen dan (2) ACTH independen. Di antara jenis ACTH-dependen, hiperfungsi korteks adrenal mungkin diakibatkan karena sekresi ACTH yang abnormal dan berlebihan oleh kelenjar hipofisis. Pada kasus ini terjadi gangguan dalam pelepasan CRF-ACTH atau adenoma hipofisis yang mengsekresi- ACTH. Dalam masing-masing kasus terdapat sekresi ACTH yang berlebihan, kehilangan irama sirkandian normal pelepasan ACTH, dan berkurangnya kepekaan sistem pengaturan umpan balik terhadap kortisol yang beredar. ACTH dapat disekresi secara berlebihan pada penderita dengan pembentukan hormon ektropik. Ini adalah penderita dengan neoplasma yang telah mencapai kapasitas untuk mensintesis dan melepaskan peptida yang menyerupai ACTH baik secara kimia maupun fisiologis. Jumlah ACTH berlebihan yang dihasilkan dalam keadaan ini merangsang sekresi kortisol berlebihan oleh korteks adrenal dan supresi sekunder pelepasan ACTH hipofisis. Jadi, kadar ACTH yang tinggi pada penderita ini berasal dari neoplasma dan bukan dari kelenjar hipofisis penderita sendiri. Banyak neoplasma dapat menyebabkan sekresi etropik ACTH. Neoplasma ini pada umumnya berasal dari jaringan yang berasal dari lapisan neuroektodermal selama perkembangan embriolonal. Karsinoma oat-sel paru – paru adalah neoplasia yang paling lazim.
Hiperfungsi korteks adrenal dapat terjadi bebas dari pengawasan ACTH. Hal ini terjadi pada keadaan di mana tumor timbul dalam korteks adrenal dengan kapasitas untuk mengsekresi kortisol secara otonom. Tumor korteks adrenal yang menimbulkan sindroma Cushing dapat jinak atau ganas ( carcinoma ).
Adanya sindrom Cushing dapat ditentukan atas dasar riwayat medis dan penemuan fisis yang telah dijelaskan diatas. Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan pengukuran kadar kortisol yang tinggi dalam plasma dan urin. Terdapat tes-tes spesifik yang dapat dilaksanakan untuk menentukan ada atau tidaknya irama sirkadian normal pelepasan kortisol dan mekanisme pengaturan umpan – balik yang sensitif. Tidak adanya irama sirkadian dan berkurangnya atau tidak adanya kepekaan sistem pengaturan umpan balik merupakan ciri daripada sindrom Cushing.
Jenis sindroma Cushing yang berhubungan dengan sekresi ACTH yang berlebihan – hipofisis atau ektopik – sering timbul dihubungkan dengan hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi ini disebabkan oleh sekresi peptida yang ada berhubungan dengan ACTH dan pemecahan fragmen-fragmen ACTH yang mempunyai aktivitas melanotropik. Pigmentasi dijumpai baik pada mukosa maupun kulit.
Adenoma korteks adrenal dapat menimbulkan sindroma Cushing yang berat, tetapi mereka pada umumnya berkembang secara lamban, dan gejala – gejala mungkin dijumpai selama beberapa tahun sebelum diagnosis akhir dibuat. Sebaliknya, karsinoma korteks adrenal berkembang dengan cepat dan dapat mengakibatkan metastasis dan kematian yang cepat.
Beberapa tindakan diagnosis dapat dipergunakan untuk menentukan sifat patologi dasar sindroma Cushing dan membantu melokalisasi lesi yang memungkin ditanggulangi dengan pembedahan.
Pemeriksaan sinar – X tengkorak penting untuk memeriksa sella turcica. Tumor hipofisis yang mensekresi ACTH dapat merusak sebagian sella turcica. Adanya tumor hipofisis mungkin tidak hanya penting untuk diagnosis sindrom Cushing tetapi juga dalam memutuskan modalitas pengobatan yang paling tepat.
Angiografi vena adrenal adalah metoda radiologis lain yang dapat dipergunakan untuk melihat kelenjar adrenal dan mungkin patologi adrenal. Suatu zat kontras disuntikkan ke dalam vena adrenal kiri dan kanan melalui kateter yang disisipkan perkutan ke dalam vena femoralis dan vena cava inferior untuk melihat susunan vena adrenal. Kelenjar normal mempunyai pola vena yang khas. Distorsi dari pola ini memberi kesan adanya hiperplasia adrenal atau tumor adrenal.
Teknik lain adalah pemberian kolesterol radioaktif intravena. Kolesterol diambil dan dikonsentrasikan olek korteks adrenal. Gambaran kelenjar adrenal dapat diperoleh melalui teknik scanning dalam 5 sampai 12 hari setelah penyuntikan tracer. Pola yang memikirkan kelenjar adrenal normal, hiperplasia adrenal, atau adenoma atau karsinoma adrenal dapat diperoleh dengan photoscanning adrenal.

III.       PATOGENESIS
Gambar IV.1 empat bentuk patogenetik dari sindrom Cushing
1.      Sekitar 60-70% dari sindrom Cushing berhubungan dengan sekresi kortikotropin yang berlebihan, dan dari sini biasanya lebih banyak disebut sebagai “pituitary Cushing’s Syndrome”. Oleh karena jenis ini pertama-tama diuraikan oleh seorang ahli bedah saraf Harvey Cushing, maka kadang-kadang secara membingungkan disebut juga sebagai “Cushing’s disease”, untuk membedakannya dengan jenis lain yaitu “Cushing’s Syndrome”. Pada kebanyakan kasus didapatkan adenoma hipofise yang menghasilkan kortikotropin, biasanya suatu mikro adenoma. Sebagian kecil mempunyai sekresi ACTH yang berlebih oleh kortikotrof yang bukan neoplasma, yang berhubungan dengan kelainan hipotalamus, menghasilkan sekresi faktor pelepas kortikotropi yang berlebihan. Semuanya ditandai dengan meningkatnya konsentrasi ACTH, di mana dapat menyebabkan hiperplasi adrenal bilateral, dan menimbulkan sekresi kortisol yang berlebihan.
2.      Sekitar 20% kasus-kasus mempunyai hiperfungsi adrenal otonom atau yang dikenal dengan adrenal Cushing’s Syndrome. Sebagian besar, sekresi korteks adrenal keluar dari adenoma fungsional. Kadang-kadang ini adalah karsinoma, dan yang lebih jarang lagi desebabkan karena hiperplasi nodular yang sebabnya tidak diketahui. Gambaran adrenal dari sindrom Cushing ditandai dengan tingginya konsentrasi kortisol serum, tetapi konsentrasi ACTH rendah, yang disebabkan karena penekanan kortisol pada kortokotrof hipofoise.
3.      Sekitar 10-15% kasus disebut sebagai “Sindrom Cushing Paraneoplastik” sebab kelainan ini diakibatkan oleh sekresi ACTH ektopik, atau beberapa pecahan bahan yang secara biologis aktif yaitu dari kanker non endokrin. Karsinoma bronkogenik menempati hampir lebih dari separuh sindrom paraneoplasmik ini, sisanya berhubungan dengan timoma, tumor sel pulau pankreas, dan yang lebih jarang karena neoplasma yang lain. Seperti pada bentuk hipofise, tingginya konsentrasi kortisol dalam serum diturunkan dari meningkatnya konsentrasi ACTH, di mana pada saat tersbut menimbulkan hiperplasi adrenal bilateral.
4.      Sindrom Cushing Iatrogenik yang secara relatif sering dan timbul dari pemakaian glukokortikoid yang lama (misalnya pemakaian imunosupresan pada resipien transplantasi). Steroid eksogenus menimbulkan semua jenis gejala-gejala klinik pada waktu yang sama menghasilkan atrofi korteks adrenal bilateral, yang berhubungan dengan supresi dari sekresi ACTH.

IV.       GEJALA KLINIS
·         Adipositas terutama pada muka, leher, badan, menyebabkan “ buffalo type of obesity “.
·         Muka merah, bulat disebut “ full moon face “.
·         Hirsutisme pada wanita/pria muda.
·         Striae (seperti pada kehamilan).
·         Distrofi seksual : - amenorrhoe pada wanita
 - impotensi pada pria
·         Otot lemah dan atrofik
·         Kyphosis dan osteoporosis
·         Hipertensi
·         Tendensi diabetes (hiperglikemi)

V.          DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium diagnostik ialah pengukuran kadar steroid dalam urin setelah pemberian cortisol C 14 dan suppresion test dengan dexamethasone.
-          bila disebabkan hiperplasi : -  respon ACTH positif
-    suppression test negatif
-          bila disebabkan oleh tumor yang besar : -  respon ACTH negatif
        - suppression test negatif
            Akhir-akhir ini dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Cushing dengan tumor–tumor non – endokrin, terutama oat-cell carsinoma dari bronkhus.
            Tumor-tumor ini agaknya mengeluarkan suatu bahan yang mirip dengan ACTH yang menyebabkan hiperplasi kortex adrenal. Gambaran sindrom Cushing yang klasik biasanya tidak terdapat; yang menarik perhatian pada tumor ini ialah adanya alkalosis hipoglikemik dan pigmentasi pada kulit.

VI.       PENANGANAN
VII.1   Biosintesis penghambat adrenokortikoid
Beberapa senyawa telah dibuktikan berguna sebagai penghambat sintesis sintesis steroid : metirapon, aminoglutetimid, ketokonazol, dan spironolakton. Mifepriston bersaing dengan glukokortikoid pada reseptor.
1.      Metirapon digunakan untuk pengobatan sindrom Cushing dan dapat digunakan untuk tes fungsi adrenal. Metirapon mempengaruhoi sintesis kortikosteroid dengan jalan menghambat langkah akhir (11-hidroksilasi) sintesis glukokortikoid, yang menyebabkan peningkatan 11-deoksikortisol sama seperti androgen adrenal dan mineralkortikoid kuat, 11-deoksikortikosteron. Efek samping yang diseabkan oleh metirapon termasuk retensi garam dan air, hirsutisme, pusing selintas, dan gangguan saluran pencernaan.
2.      Aminoglutetimid bekerja dengan jalan menghambat konversi kolesterol menjadi pregnenolo. Akibatnya, sintesis semua hormon steroid aktif berkurang. Aminoglutetimid telah digunakan sebagai terapi pengobatan kanker payudara untuk mengurangi atau mengeliminasi androgen dan produksi estrogen. Pada kasus ini digunaka bersamaan dengan deksametason. Aminoglutetimid dapat juga berguna pada pengibatan keganasan korteks adrenal untuk mengurangi sekresi steroid.
3.      Ketokonazol menghambat dengan kuat sintasis hormon gonad dan hormon steroid adrenal. Digunakan untuk pengobatan sindrom Cushing.
4.      Mifepriston merupakan suatu antagonis glkokortikoid kuat sama seperti antiprogestin. Obat ini membentuk kompleks dengan reseptor glukokortikoid, tetapi disosiasi obat yang cepat dari reseptor yang menyebabkan kesalahan transokasi ke dalam nukleus. Potensinya dalam pengobatan sindrom Cushing sedang diseidiki.
5.      Spironolakton bersaing pada reseptor mineralokortkoid sehingga menghambat reabsorpsi natrium diginjal. Dapat juga mengantagonis sintesis aldosteron dan testosteron. Efektif terhadap hperaldosteronisme. Obat ini juga berguna pada pegobatan hirsutisme pada wanita, kemungkinan karna pengaruh pada reseptor folikel rambut.
VII.2   Pengobatan penyakit cushing.
Pengobatan penyakit cushing terdiri atas pengangkatan tumor adrenal bila memang penyebabnya adalah tumor, atau mengurangi sekresi ACTH bila hal ini memungkinkan. Sekresi ACTH secara berlebihan dapat diangkat dengan tindakan operasi mikro atau dapat dirusak dengan cara radiasi. Bila sekresi ACTH tidak turun, maka cara yang memuaskan hanya dengan tindakan adrenalektomi bilateral parsial (atau bahkan total), yang diikuti dengan pemberian bahan steroid adrenal untuk mencegah timbulnya gejala insufisiensi yang mungkin terjadi.
Pengobatan sindrom Cushing ACTH-dependen berbeda, tergantung kepada apakah sumber ACTH adalah hipofisis atau ektopik. Beberapa pendekatan terhadap terapi dapat digunakan pada penderita hipersekresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai tumor hipofisis, sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal. Jika terdapat bukti adanya hiperfungsi hipofisis tetapi tumor tidak dapat ditemukan dengan nyata, dapat dipergunakan iradiasi kobalt pada kelenjar hipofisis sebagai penggantinya. Ini merupakan modalitas pewngobatan yang efektif, terutama pada orang muda dengan sinroma cushing. Kalau tidak, kelebihan kortisol dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan diikuti dengan pemberian kortisol dosis fisiologis atau dengan agen kimia yang mampu menghambat atau merusak sel-sel korteks adrenal yang mengsekresi kortisol. Bila pengobatan sindroma cushing berhasil dengan baik, remisi manifestasi klinik akan terjadi dalam 6 sampai 12 bulan setelah pelaksanaan terapi.
Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma adrenal, pembungan neoplasma yang diikuti oleh kemoterapi pada penderita dengan karsinoma merupakan cara pengobatan yang lebih disukai.
Pengobatan sindroma ACTH ektopik didasarkan pada (1) reaksi neoplasma yang mengsekresikan ACTH atau (2) adrenalektomi atau supresi kimia fungsi adrenal seperti yang dianjurkan bagi penderita dengan sindroma cushing jenis ACTH dependen hipofisis.


DAFTAR PUSTAKA

1.      J, Mycek. Mary., 2001., Farmakologi Ulasan Bergambar., Jakarta : Widya medika., Hal : 281
2.      Wilson, Lorraine McCarty., 1985., Patofisiologi., Jakarta : EGC., Hal : 284-291
3.      Hall and Guyton., 1996., Fisiologi Kedokteran., Jakarta : EGC., Hal :1204-1219
4.      Kumar and Robins., 1995., Patologi II., Jakarta : EGC., Hal :439-444 
5.   Staf pengajar bagian patologi anatomik., 1973., Kumpulan Kuliah Patologi., Jakarta : FKUI., Hal :353-387




0 comments: