This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 27 Desember 2012

Sariwan Pada Bayi Hilang, Sekecil Kembali Riang

Berbagi pengalaman tentang sariwan pada bayi dan anak, walaupun sedikit tau tentang obat-obatan namun terkadang ketika sikecil rewel dan apalagi rewelnya itu tidak mau mimi (menyusui asi) dan Susu formula sungguh sangat membuat kaget dan gelisah ada apa dengan sikecil mengapa seperti ini. pertama kali sikecil mengalami Panas (demam), saya rasa sikecil hanya demam tapi kok aneh tidak mau menyusui pada Bundanya setelah diselidiki ternyata sikecil...SARIAWAN???? apa itu sariawan dan bagaimana obatnya.

SARIAWAN

Kasus sariawan pada anak berbeda satu dengan yang lainnya. Ada anak yang sering terkena dan ada juga yang jarang sekali sariawan. “Dikatakan sering bila dalam sebulan terjadi sariawan 2-3 kali. Proses penyembuhannya juga cukup lama, rata-rata 7-9 hari atau bisa sampai 2 minggu,”. Jadi, kalau sebulan saja dia dua kali terkena sariawan, maka sepanjang bulan itu anak terus menderita sariawan.
Berdasarkan lokasinya, sariawan pada anak, baik itu bayi maupun balita, lebih sering terjadi pada bibir, lidah, pipi bagian dalam (mukosa), dan tenggorokan. Jarang sekali terjadi sariawan di gusi. Munculnya pun hanya satu, paling banyak dua. Tidak pernah berjejer seperti yang terjadi pada orang dewasa.
Ada beberapa jenis sariawan yang kerap terjadi pada anak. Di antaranya stomatitis apthosa, yaitu sariawan karena trauma, misalnya tergigit atau terkena sikat gigi sehingga luka atau lecet. Lalu, sariawan oral thrush/moniliasis, yang disebabkan jamur candida albican. Biasanya sariawan ini banyak dijumpai di lidah. Ada pula stomatitis herpetik yang disebabkan virus herpes simplek. Sariawan jenis ini berlokasi di bagian belakang tenggorokan.
“Umumnya sariawan yang terjadi pada bayi disebabkan oleh jamur. Sedangkan pada anak balita disebabkan oleh trauma dan juga jamur,” Keadaan tubuh bayi yang masih rentan mudah sekali terjangkit virus, bakteri, maupun jamur yang menyebabkan kesehatannya terganggu, diantaranya adalah sariawan.
Sariawan salah satunya disebabkan oleh jamur jenis Candida albicans yang dapat ditularkan melalui puting payudara ibu selama menyusui.
Proses terjadinya sariawan apthosa adalah karena gigitan atau tersodok sikat gigi sehingga menimbulkan luka/lecet. Jika kemudian kuman masuk dan daya tahan tubuh anak sedang turun, maka bisa terinfeksi. Timbul peradangan dan melahirkan rasa sakit atau nyeri.
Sedangkan pada sariawan moniliasis, dalam keadaan normal jamur memang terdapat dalam mulut. Saat daya tahan tubuh anak menurun, ditambah dengan penggunaan obat antibiotika yang berlangsung lama atau melebihi jangka waktu pemakaian, maka akan memudahkan jamur candida albican tumbuh lebih banyak lagi.
Sementara itu sariawan di tenggorokan biasanya langsung terjadi jika ada virus yang sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan tubuh sedang rendah.

MENGENALI GEJALA

Wajar jika para ibu sulit melihat tanda-tanda sariawan pada bayi, karena ia belum bisa bicara sehingga tidak bisa mengungkapkan rasa sakitnya. “Umumnya gejala yang muncul adalah suhu badan meninggi sampai 40 derajat Celcius.” Bayi pun banyak mengeluarkan air liur lebih dari biasanya. Secara psikis, dia akan rewel. Tak mau makan atau makan dimuntahkan, tak mau susu botol bahkan ASI, dan gelisah terus. “Mulut pun berbau. Biasanya karena kuman atau jamurnya,” jelas Rini.
Sedangkan pada anak balita, lebih mudah terdeteksi karena dia sudah bisa mengungkapkan apa yang dirasakannya. Terkadang disertai suhu yang naik, tapi tidak terlalu tinggi. Biasanya juga disertai berkurangnya nafsu makan.
“Jika pada bayi dan balita ditemui gejala seperti itu, sebaiknya orang tua memeriksa bagian mulutnya,” anjur Rini. Dan memang seharusnya dilakukan pemeriksaan mulut secara rutin. Mulut anak dibuka dengan menggunakan alat spatel lidah yang berbentuk besi pipih dan panjang. Tekan lidah dengan alat ini, agak diturunkan sedikit, sehingga dapat terlihat bagian dalam mulut yang terkena sariawan.
Bentuk sariawan akan terlihat seperti vesikel atau bulatan kecil. Warnanya putih atau kekuningan. Mula-mula berdiameter 1-3 mm. Kemudian berkembang berbentuk selaput. Jika selaputnya mengikis, maka akan terlihat berbentuk seperti lubang/ulkus. Besarnya sariawan tetap, tidak membesar, melebar, atau menjalar seperti halnya bisul.
Biasanya pemunculan vesikel ini bersamaan dengan timbulnya panas. Adakalanya vesikel baru muncul 1-2 hari setelah panas. Kadang malah tanpa disertai panas, jika vesikel yang muncul cuma satu. Yang membuat panas umumnya sariawan karena jamur candida atau virus herpes.
Sebetulnya sariawan bisa sembuh sendiri seperti sariawan herpetik. Namun sariawan karena jamur harus diobati dengan obat anti-jamur. Biasanya memakan waktu penyembuhan sekitar seminggu. Jika sariawan tidak diobati akan bisa berkelanjutan. Memang tak sampai menyebar ke seluruh tubuh, paling hanya di sekitar mulut. Tetapi, sangat memungkinkan terjadinya diare, apabila jamurnya tertelan, mengalir lewat pembuluh darah.

 JENIS SARIAWAN
  1. Stomatitis apthosa
    Sariawan jenis ini disebabkan oleh trauma akan kejadian tertentu pada si kecil, seperti trauma karena tergigit oleh gigi sendiri, atau trauma karena terkena sikat saat si kecil gosok gigi yang membuat bagian mulutnya terluka atau lecet.
  2. Oral thrush/moniliasis
    Sariawan ini disebabkan oleh infeksi jamur Candida albican. Jenis sariawan inilah yang seringkali terjadi pada bayi dan balita. Jamur kerap muncul saat kondisi mulut si kecil tidak bersih. Selain itu, pada usia ini, si kecil kerap menggigiti benda-benda tertentu yang kemungkinan sudah terdapat jamur Candida albican yang menempel pada benda tersebut.
  3. Stomatitis herpetik
    Sariawan ini disebabkan oleh virus herpes simpleks yang menyerang bagian tenggorokan.

PENANGANAN

Kendati sepele, anak jadi sering sulit makan gara-gara sariawan. Karena itu saat memberi makan sebaiknya suapi dengan sendok secara perlahan-lahan. Usahakan memberi minum lewat gelas, bukan dengan botol. Hal ini untuk menghindari kontak langsung dengan sariawan agar tidak menimbulkan gesekan dan trauma.
Makanan pun sebaiknya yang lembut atau cair. Prinsipnya, yang mudah ditelan dan suapi setelah makanan agak dingin agar tak menambah luka. Makanan yang banyak mengandung vitamin C dan B dapat mempercepat proses penyembuhan, misalnya buah-buahan dan sayuran hijau. Sedangkan kekurangan vitamin C bisa mempermudah timbulnya kembali sariawan.
Jika setelah diberi obat, biasanya obat kumur, tapi anak tak jua sembuh, maka harus dicari penyebab lain. Mungkin karena kuman yang bertambah, pemakaian obat dengan dosis yang tidak tepat/kurang, atau cara memberi makanan pada anak sariawan menyebabkan anak trauma lagi di lidah. Bisa juga lantaran daya tahan tubuh anak memang rendah.
Menurut Rini, anak yang sering sariawan lebih banyak karena daya tahan tubuhnya rendah, juga karena kebersihan mulut dan gigi tak terjaga.
Jadi, jangan pernah bosan melatih si kecil untuk menjaga kebersihan mulut dan giginya.

Adapun gejala-gejala sariawan yang bisa Bunda deteksi antara lain:
  1. Jika sariawan disebabkan oleh jamur atau virus Herpes, si kecil akan mengalami demam tinggi hingga 400C
  2. Si kecil yang masih bayi mengeluarkan air liur lebih banyak dari biasanya
  3. Menangis terus-menerus atau rewel
  4. Memuntahkan makanan atau bahkan menolak makanan yang Bunda berikan
  5. Jika si kecil sudah berusia balita dan bisa menunjukkan pusat rasa sakitnya, akan terlihat bentuk bulat yang berwarna keputihan atau kekuningan dengan diameter 1-5 mm.
Meskipun terlihat sepele, namun sariawan cukup mengganggu aktivitas keseharian si kecil, bahkan bisa membuatnya menjadi lemas dan tidak bergairah. Untuk mengatasinya, ada beberapa cara yang bisa Bunda lakukan untuk menghilangkan sariawan si kecil, yaitu:
  1. Pastikan kebutuhan cairan si kecil tetap tercukupi, karena ada beberapa anak yang juga tidak mau minum karena rasa sakit dari sariawan. Jika cairan tercukupi, si kecil terhindar dari dehidrasi.
  2. Berikan makanan atau minuman yang banyak mengandung vitamin C dan B, seperti tomat, apel, jeruk, dan sayuran hijau yang bisa diolah dalam bentuk buah/sayuran atau jus.
  3. Berikan makanan dengan tekstur yang lembut untuk memudahkan ia untuk mengunyahnya.
  4. Suapi makanan si kecil dengan sendok secara perlahan-lahan.
  5. Berikan minuman pada si kecil dengan menggunakan gelas. Jangan gunakan botol saat memberikan minuman pada si kecil untuk menghindari kontak langsung dengan sariawan yang akan membuatnya semakin nyeri, bahkan trauma terhadap makanan.
  6. Jika sariawan disebabkan oleh jamur, maka biasanya dokter akan meresepkan obat antijamur
 FARMAKOLOGI
OBAT YANG BISA DIGUNAKAN


Brand: : Taisho Pharmaceutical
Product Code:: G
Komposisi: Nystatin
Indikasi: Pengobatan kandidiasis pada ronggga mulut
Dosis: Dewasa dan anak : 1 - 6 mL (100000 - 600000 unit). Bayi : 1 atau 2 mL (100000 atau 200000 unit). Di berikan 4 kali sehari
Pemberian Obat: Berikan bersama makanan, biarkan didalam rongga mulut selama mungkin sebelum ditelan
Perhatian: Tidak boleh digunakan untuk terapi mikosis sistemik. Hentikan terapi jika timbul iritasi atau sensitiasi. Hamil dan laktasi
Efek Samping: Diare, rasa tidak nyaman pada gastrointestinal, mul dan muntah (dosis besar)
Kemasan: Suspensi 100,000 u/mL x 12 x 1      
Pemakaian: oleskan terlebih dahulu pada bagian bibir atau rongga mulut yang terlihat putih pada sikecil kemudian teteskan 4 x 1 ml. jangan diberikan bersama obat Lain atau yang berbahaya bersama ANTIBIOTIK.
untuk harga tergantung dari Brand (yang membuat), harga bisa mecapai Rp.20.000 sampai Rp.60.000

NON FARMAKOLOGI

1. Cuka sari apel 
Jamur dan cuka tidak dapat hidup berdampingan, sehingga cuka mampu mencegah pertumbuhan jamur pada mulut bayi. Oleskan beberapa tetes cuka sari apel ke puting payudara Anda untuk mencegah bayi Anda terkena sariawan.

2. Bawang putih 
Bawang putih adalah antibiotik alami. Tambahkan bawang putih segar ke dalam masakan agar bayi Anda juga dapat merasakan manfaat baiknya.

3. Minyak kelapa 
Minyak kelapa murni merupakan anti jamur alami yang sangat ampuh dan aman untuk bayi. Oleskan minyak kelapa ke puting payudara Anda dan ke mulut bayi untuk membantu mencegah pertumbuhan jamur.

4. Probiotik 
Probiotik membantu menjaga keseimbangan bakteri sehat dan menciptakan lingkungan yang tidak ramah untuk jamur Candida. Tambahkan acar, yoghurt, atau kimchi ke dalam makanan Anda.

5. Hindari kelembaban 
Jamur sangat senang dengan lingkungan yang lembab, karena itu hindari menggunakan pakaian yang terlalu ketat agar jamur tidak berkembang pada payudara ibu.

6. Diet tepat 
Untuk membangun sistem kekebalan tubuh yang kuat pada ibu dan bayi, pastikan diet Anda kaya akan makanan sehat seperti biji-bijian dan menghindari makanan olahan dan gula. 

SEMOGA BERMANFAAT. AMIN
7. Udara segar Jamur dapat berkembang dalam lingkungan yang gelap dan lembap. Untuk itu, jangan pernah Anda memakai pakaian yang ketat agar jamur tidak berkembang di payudara. Memakai pakaian ketat akan membuat sirkulasi udara tidak lancar. Dengan begitu, bayi Anda tidak akan mengalami sariawan.

Read more at: http://ciricara.com/2012/11/05/ciricara-cara-menyembuhkan-sariawan-pada-bayi/
Copyright © CiriCara.com
inilah 6 cara yang bisa Anda lakukan: 1. Probiotik Makanan yang kaya akan probiotik bisa Anda dapatkan pada acar, kimchi, yoghurt, dan suplemen probiotik. Dengan mengonsumsi jenis makanan tersebut bisa menjaga keseimbangan bakteri sehat dan menciptakan lingkungan yang tidak ramah untuk jamur Candida. 2. Diet yang tepat Agar kekebalan tubuh Anda dan si bayi kuat, pastikan untuk mengonsumsi makanan sehat, seperti biji-bijian dan menghindari makanan olahan dan gula. Jamur Candida bisa berkembang karena alergi pada makanan. Untuk itu, Anda harus mengonsumsi makanan yang sehat setiap harinya. 3. Cuka sari apel Jamur dan cuka tidak akan bisa hidup berdampingan. Oleh karena itu, cuka bisa mencegah pertumbuhan jamur pada mulut bayi. Jika bayi sedang sariawan, maka Anda bisa mengoleskan cuka sari apel ke puting payudara. Dengan begitu sariawan yang dialami si bayi lama-kelamaan akan hilang. 4. Minyak kelapa Minyak kelapa murni merupakan anti jamur alami yang sangat ampuh dan aman untuk si bayi. Anda bisa mengoleskan minyak kelapa ke puting payudara sehingga bisa mencegah pertumbuhan jamur di mulut si bayi. 5. Bawang putih Bawang putih merupakan bumbu dapur yang bisa dijadikan antibiotik dan kuaat untuk para ibu. Anda bisa menambahkan bawang putih segar ke dalam masakan agar bayi juga bisa merasakan manfaatnya. 6. Ekstrak biji grapefruit Ekstrak biji grapefruit merupakan anti jamur yang aman untuk si bayi. Cairkan dengan air, lalu Anda bisa teteskan ke mulut si bayi. Saat ditetesi, bayi akan merasa kepahitan. Namun, khasiatnya akan terasa untuk si bayi. 7. Udara segar Jamur dapat berkembang dalam lingkungan yang gelap dan lembap. Untuk itu, jangan pernah Anda memakai pakaian yang ketat agar jamur tidak berkembang di payudara. Memakai pakaian ketat akan membuat sirkulasi udara tidak lancar. Dengan begitu, bayi Anda tidak akan mengalami sariawan.

Read more at: http://ciricara.com/2012/11/05/ciricara-cara-menyembuhkan-sariawan-pada-bayi/
Copyright © CiriCara.com

Jumat, 19 Oktober 2012

keracunan kehamilan


PRE EKLAMSIA (KERACUNAN KEHAMILAN) 






Konsep Pre-Eklamsi
1  Pengertian Pre-eklamsia
Preeklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : proteinuri, hipertensi,dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya ( Mochtar, 2007).
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa Prawirohardjo 2005 yang dikutip oleh Rukiyah (2010).
2  Etiologi
Menurut Mochtar (2007), Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya.oleh karena itu disebut ”Penyakit teori”, namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab preeklamsia adalah teori ”iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini.
      Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan : (a) Mengapa frekuensi menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion,dan molahidatidosa; (b) Mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan ,umumnya pada triwulan ke III; (c)Mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam kandungan; (d) mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya; dan (e) Penyebab timbulnya hipertensi,proteinuria,edema dan konvulsi sampai koma. Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia.
Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah :
a)      Peran prostasiklin dan trombiksan
Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
b)   Peran faktor imunologis
Menurut Rukiyah (2010), Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbu lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada PE-E diikuti proteinuria.
c)      Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain : (1) preeklamsia hanya terjadi pada manusia; (2) terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka; (4) peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS).
Yang jelas preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.
Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut antara lain,gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim. Faktor resiko terjadinya preeklamsia, preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya, riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis.
3  Patofisiologi
Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan glomerolus.
4  Klasifikasi
Menurut Mochtar (2007), Dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1)   Pre-eklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut
a)             Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang: atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak 1 jam,sebaiknya 6 jam.
b)             Edema umum, kaki jari tangan, dan muka, atau kenaikan berat badan ≥ 1 kg per minggu.
c)             Proteinuria kwantitatif  ≥ 0,3 gr per liter,kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream.
2)   Pre-eklamsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
a)             Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b)             Proteinuria ≥ 5gr per liter.
c)             Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
d)            Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
e)             Terdapat edema paru dan sianosis.
5  Perubahan Pada Organ-Organ
                 Menurut Mochtar (2007) pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan pada organ-organ, antara lain :
 1)   Otak
Pada pre-eklamsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batas normal. Pada eklamsia, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2)   Plasenta dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklamsia dan eklamsiasering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaanya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematus.
3)   Ginjal
Filtrasi glomerolus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerolus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
4)   Paru-paru
Kematian ibu pada pre-eklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan decompensasi cordis. Bisa pula karena terjadinja aspirasi pnemonia,atau abses paru.


5)        Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal tersebut, maka harus di curigai terjadinya pre eklamsia berat. Pada eklamsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan odema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang dapat menunjukkan tanda pre-eklamsia berat adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri,atau di dalam retina.
6)   Keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklamsia ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloit, dan protein serum. Jadi, tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah, kadar natrium bikarbonat dan pH darah berada berada pada batas normal. Pada pre-eklamsia berat dan eklamsia, kadar gula darah naik sementara, asam laktat dan asam organik lainya naik,sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkalidapat kembali pulih normal.
Oleh beberapa penulis/ahli kadar asam urat dalam darah dipakai untuk menentukan arah preeklamsia menjadi baik atau tidak setelah penanganan.
6  Frekuensi
Ada yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh kehamilan, dan 12% pada kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan sekitar 3-10%.
Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia muda.
Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia adalah molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun (Mochtar, 2007).
7  Diagnosis
Menurut Mochtar (2007), Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1)      Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria.
Gejala subjektif : sakit kepala didaerah frontal,nyeri epigastrium; gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia;  mual dan muntah. Gangguan serebral lainya : Oyong, reflek meningkat, dan tidak tenang.
2)      Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium.
.8  Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklamsia adalah :
1)      Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinya.
2)      Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3)      Pemulihan sempurna kesehatan ibu
Pada kasus preeklasmia tertentu, terutama pada wanita menjelang atau sudah aterm, tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi oleh induksi persalinan. Dengan demikian, informasi terpenting yang perlu dimiliki oleh ahli obstetri agar penanganan kehamilan berhasil dan terutama kehamilan dengan penyulit hipertensi, adalah kepastian usia janin (Cuningham dkk,2005).
Penanganan Preeklamsia ringan menurut Cuningham dkk. (2005), dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni :
1)      Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi dokter); roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
2)      Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria : setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
                    Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
                    
1)      Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah mencapai normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm; bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama perawtan maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
2)      Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan paa taksiran tanda persalinan.
3)      Cara persalinan : persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek kala II.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
1)      Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal.
2)      Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
2.  Konsep  Pencegahan Preeklamsi
                        Menurut Cuningham dkk. (2005), Berbagai strategi telah digunakan sebagai upaya untuk mencegah preeklamsia. Biasanya strategi-strategi ini mencakup manipulasi diet dan usaha farmakologis untuk memodifikasi mekanisme patofisiologis yang diperkirakan berperan dalam terjadinya preeklamsia. Usaha farmakologis mencakup pemakaian aspirin dosis rendah dan antioksidan.
1  Manipulasi diet
Salah satu usaha paling awal yang ditujukan untuk mencegah preeklamsia adalah pembatasan asupan garam selama hamil, Knuist dkk. (1998) yang dikutip oleh Cuningham (2005).
Berdasarkan sebagian besar studi di luar amerika serikat, ditemukan bahwa wanita dengan diet rendah kalsium secara bermakna beresiko lebih tinggi mengalami hipertensi akibat kehamilan. Hal ini mendorong dilakukanya paling sedikit 14 uji klinis acak yang menghasilkan metaanalisis yang memperlihatkan bahwa suplementasi kalsium selama kehamilan menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta mencegah preeklamsia. Namun studi yang tampaknya definitif dilakukan oleh Lavine dkk.,(1997) yang dikutip oleh Cuningham (2005). Studi ini adalah suatu uji klinis acak yang disponsori oleh the National Institute of Child Health and Human development. Dalam uji yang menggunakan penyamar-ganda ini,4589 wanita nulipara sehat dibagi secara acak untuk mendapat 2g suplemen kalsium atau plasebo.
Manipulasi diet lainya untuk mencegah preeklamsia yang telah diteliti adalah pemberian empat sampai sembilan kapsul yang mengandung minyak ikan setiap hari. Suplemen harian ini dipilih sebagai upaya untuk memodifikasi keseimbangan prostaglandin yang diperkirakan berperan dalam patofisiologi preeklamsia.
2  Aspirin dosis rendah
Dengan aspirin 60 mg atau plasebo yang diberikan kepada wanita primigravida peka-angiotensin pada usia kehamilan 28 minggu. Menurunya insiden preeklamsi pada kelompok terapi diperkirakan disebabkan oleh supresi selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta tidak terganggunya produksi prostasiklin. Berdasarkan laporan ini dan laporan lain dengan hasil serupa, dilakukan uji klinis acak multisentra pada wanita beresiko rendah dan tinggi di amerika serikat dan negara lain. Uji-uji klinis ini secara konsisten menperlihatkan aspirin dosis rendah efektif untuk mencegah preeklamsia. Dalam suatu analisis sekunder terhadap uji klinis intervensi resiko-tinggi, memperlihatkan bahwa pemberian aspirin dosis rendah secara bermakna menurunkan kadar tromboksan B2 ibu.
3  Antioksidan
Serum wanita hamil normal memiliki mekanisme antioksidan yang berfungsi mengendalikan peroksidasi lemak yang diperkirakan berperan dalam disfungsi sel endotel pada preeklamsia. serum wanita dengan preeklamsia memperlihatkan penurunan mencolok aktivitas antioksidan. Schirif dkk.,(1996) yang dikutip oleh Cuningham (2005), menguji hipotesis bahwa penurunan aktifitas antioksidan berperan dalam preeklamsia dengan mempelajari konsumsi diet serta konsentrasi vitamin E dalam plasma pada 42 kehamilan dengan 90 kontrol. Mereka menemukan kadar vitamin E plasma yang tinggi pada wanita dengan preeklamsia, tetapi konsumsi vitamin E dalam diet tersebut tidak berkaitan dengan preeklamsia. Mereka berspekulasi bahwa tingginya kadar vitamin E yang diamati disebabkan oleh respons terhadap stres oksidatif pada preeklamsia.
Penelitian sistematik pertama yang dirancang untuk menguji hipotesis bahwa terapi antioksidan untuk wanita hamil akan mengubah cedera sel endotel yang dikaitkan dengan preeklamsia. Sebanyak 283 wanita hamil 18 sampai 22 minggu yang beresiko preeklamsia dibagi secara acak untuk mendapat terapi antioksidan atau plasebo. Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini mungkin bermanfaat untuk mencegah preeklamsia. Juga terjadi penurunan bermakna insiden preeklamsia pada mereka yang mendapat vitamin C dan E dibandingkan dengan kelompok kontrol (17 versus 11 persen,p <0,02).
4  Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal care yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (preeklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklamsia kalau ada faktor-faktor predisposisi, memberikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan (Mochtar,2007).
               Terapi paling efektif adalah pencegahan. Pada awal perawatan prenatal,identifikasi wanita hamil yang beresiko tinggi, pengenalan, dan laporan gejala-gejala peringatan fisik merupakan komponen inti untuk mengoptimalkan hasil pada maternal dan perinatal. Kemampuan perawat dalam memeriksa faktor-faktor dan gejala-gejala preeklamsia pada klien tidak dapat terlalu dihrapkan. Perawat dapat melakukan banyak hal dalam tugas pendukung. Tindakan harus diambil untuk menambah pengetahuan dan akses publik pada perawatan antenatal. Konseling, penyerahan sumberdaya masyarakat, pengerahan sistem pendukung, konseling nutrisi dan informasi tentang adaptasi normal pada kehamilan merupakan komponen pencegahan yang esensial pada perawatan (Bobak, Jensen.2000).
Penyakit ini hanya muncul saat kehamilan saja dan harus ditangani dengan baik agar tidak berkelanjutan dan membahayakan ibu maupun janin.

“Keracunan kehamilan (toxemia gravidarum) sebenarnya adalah nama lain untuk penyakit preeklampsia/eklampsia pada kehamilan ataupun dalam masa nifas. Penyakit ini ditandai dengan hipertensi dan adanya protein di dalam urin pada kehamilan lebih dari 20 minggu,” buka Dr. med. Damar Prasmusinto, SpOG(K) dari Brawijaya Women and Children Hospital.

Disebut keracunan kehamilan karena hanya terjadi saat kehamilan saja - bukan saat tidak sedang hamil – dan kelak setelah melahirkan, kondisi si ibu akan kembali normal.

Waspadai Gejalanya!
Preeklampsia bisa ringan atau parah. Disebut preeklampsia ringan bila kehamilan ditandai dengan timbulnya hipertensi 140/90 mmHg disertai protein di urin (+1).

Sementara bila kehamilan disertai hipertensi 160/110mmHg dan protein di urine (+3), sudah termasuk kategori preeklampsia berat/eklampsia.

Meski begitu, walau tekanan darah mencapai 135/85 mmHg, BuMil harus tetap waspada bila kehamilan disertai keluhan seperti: sakit kepala yang terus menerus, rasa nyeri pada ulu hati, bengkak pada bagian kaki, timbul rasa mual – bahkan muntah – serta adanya gangguan penglihatan yang membuat pandangan menjadi kabur; karena kondisi tersebut bisa kategorikan sebagai preeklampsia berat.

Komplikasi
Penyebab keracunan kehamilan ini masih menjadi misteri, alias belum diketahui pasti. Namun, para ahli sepakat bahwa penyakit ini dimulai saat terjadinya plasentasi (proses pembentukan struktur dan jenis plasenta), yaitu saat di awal kehamilan, plasenta menempel ke dinding rahim.

Nah, ketika itu, seharusnya terjadi perubahan pembuluh darah rahim dan plasenta, agar rahim ibu dapat memenuhi kebutuhan darah plasenta dan janin. “Namun pada preeklampsia, perubahan pembuluh darah rahim tidak terjadi dengan sempurna, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi pada ibu dan bayi,” papar Dr. Damar.

Mengapa ini terjadi? Diduga karena kelainan genetik, kelainan sistem kekebalan ibu, ketidakseimbangan oksidan-antioksidan, gangguan sistem pembekuan darah, dan adanya penyakit yang menyertai kehamilan seperti diabetes, kegemukan, atau kelainan ginjal.

Trimester II dan III
Preeklampsia biasanya sering terjadi pada trimester II setelah 20 minggu kehamilan; dan paling sering terjadi pada trimester III setelah 30 minggu kehamilan.

Gejala preeklampsia bisa muncul pula sebelum usia kehamilan 20 minggu, tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Semakin dini munculnya gejala preeklampsia maka semakin buruk prognosisnya.

Eklampsia, Kelanjutan Preeklampsia
Jika preeklampsia tidak ditangani sesegera mungkin, maka BuMil berisiko tinggi mengalami gagal ginjal akut, perdarahan otak, pembekuan darah intravaskular, pembengkakan paru-paru, kolaps pada sistem pembuluh darah, dan eklampsia.

Ya, eklampsia merupakan gangguan tahap lanjutan yang ditandai dengan serangan kejang-kejang yang bisa berakibat sangat serius bagi BuMil dan bayinya.
Menurut data, pre eklamsia/eklamsia dapat terjadi ± 10 persen dari seluruh jumlah kehamilan. Dan dari 10 persen tersebut, bila terkena eklamsia, 30 persen diantaranya meninggal. Sedangkan untuk pre eklamsia sendiri, 20 persen menjadi penyebab kematian BuMil.

Rawat Jalan atau Rawat Inap?
Bila BuMil didiagnosis mengalami preeklampsia/eklampsia, maka melahirkan adalah cara yang paling tepat guna melindungi BuMil dan mungkin janin yang dikandungnya.
Sayangnya hal ini tak selalu bisa dilakukan karena bisa jadi usia bayi dalam kandungan masih terlalu dini untuk dilahirkan.

Bila mengalami preeklampsia ringan, BuMil masih diperbolehkan dokter untuk rawat jalan dengan selalu dikontrol tekanan darahnya. Sebaliknya, bila sudah termasuk preeklampsia berat, BuMil harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Pengobatan
Bila preeklampsia disertai kejang-kejang berarti BuMil sudah termasuk dalam kondisi eklampsia. Tak bisa tidak, ini merupakan kondisi gawat darurat dan memerlukan penanganan tepat dan segera.

“Kalau terjadi kasus ibu hamil dengan eklampsia di rumah, segera bawa BuMil ke rumah sakit, jika perlu rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap sehingga BuMil tetap dalam penanganan dokter. Selanjutnya dokter akan memberikan obat antihipertensi dan tambahan infuse MgS04 (anti kejang) serta obat-obatan suportif berupa antioksidan. Penting untuk mencegah BuMil kejang kembali, kemudian bayinya segera dilahirkan berapapun usia kehamilannya...” ujar Staf Divisi Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Bisa Alami Perdarahan
Lebih lanjut Dr. Damar mengatakan, BuMil penderita eklampsia bisa saja mengalami perdarahan dari kemaluan. “Jika terjadi perdarahan, biasanya plasentanya sudah terlepas dari rahim sehingga ini membahayakan BuMil dan bayinya. Untuk itu, mungkin diperlukan tindakan operasi sesar segera,” paparnya.

Meski demikian, perdarahan dapat pula terjadi setelah bayi lahir. Kondisi ini memang tidak membahayakan bayi, tetapi membahayakan jiwa si ibu.

Disebut perdarahan pascapersalinan apabila jumlah darah yang keluar lebih dari 500 cc. Penyebab utama terjadinya perdarahan ini adalah rahim tidak berkontraksi setelah bayi lahir.

Perlu atau tidaknya si ibu ditransfusi bergantung dari berat ringannya anemia akibat perdarahan yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Azwar, Saifuddin.2009. Sikap Manusia Teori Dan Pengukuranya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Bobak, Margaret Duncan. 2000. Perawatan Maternitas dan Ginekologi. Bandung       : YIA-PKP

Cuningham, F. Gary.Dkk. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika

Machfoedz, Eko Suryani. 2009. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Firamaya

Manuaba, I.A Candradinata.Dkk. 2008 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC

Maulana, D.J Heri. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Nursalam, Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Infomedika

Nursalam.2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Notoatmodjo, Sukidjo. 2010. Metodologi Riset Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, Sukidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo,Sukidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Perry, Potter. 2005. Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar. Jakarta : EGC
Rukiyah, Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi.Jakarta : TIM
Salmah. Dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta: EGC
Sastrawinata, Sulaiman.Dkk. 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC

Syarifudin, Yudhia Fratidhina. 2009. Promosi Kesehatan Untuk Mahasiswa Kebidanan.Jakarta : TIM

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Yulianti, Devi.2005. Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: EGC

Depkes RI. 2010 Angka Kematian Ibu.www.Google.com. Download 3 November 2011

Ensiklopedia bebas berbahasa 2011, Pengetahuan .www. Wikipedia. Co.Id. download:3 November 2011

Selasa, 19 Juli 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA | NOMOR 51 TAHUN 2009


Mulai bulan September tahun ini, semua apoteker yang tergabung dalam Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) harus memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Hal itu sebagaimana aturan baru yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian.Ketua IAI, Drs M Dani Pratomo Apt mengatakan tanpa memiliki STRA apoteker tak akan bisa praktik kerja. "Ini kan aturan baru dan efektif diberlakukan bulan September nanti. Semua Apoteker yang belum memiliki STRA harus segera membuatnya," kata Dani saat ditemui Suara Merdeka di Gedung Wanita pada acara pengambilan sumpah apoteker Angkatan ke-19 Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi (USB) Surakarta, Rabu (9/3).
Ia menjelaskan untuk membuat surat tersebut, setiap apoteker harus mendaftar di komite farmasi nasional dalam hal ini adalah IAI. Setelah mendaftar maka mereka akan mendapatkan sertifikat kompetensi yang berlaku selama lima tahun. Selebihnya, setiap apoteker harus memperpanjang dengan persyaratan melakukan Continuing Professional Development (CPD) atau pendidikan berkelanjutan. Tak hanya itu, apoteker juga harus melakukan praktik.

Di situs ISFI menemukan berita yang new dan hot mengenai Surat Keputusan Yang dikeluarkan Oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia yaitu PP no 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Nah, ini dia yang ditunggu-tunggu (bener nggak ya ?) oleh para praktisi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (istilah yang baru saya tahu dari PP ini). Ada beberapa istilah yang (mungkin) baru saya ketahui :
Baca selanjutnya...

  • Tenaga teknis kefarmasian adalah Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
  • Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
  • Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.
Belum semua sempat dibaca, namun saya pikir lebih baik segera dibagikan ke semua teman-teman agar dapat diketahui bersama. Buat yang mau baca lengkap naskahnya 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2009


TENTANG
PEKERJAAN KEFARMASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,





Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian;


Mengingat:
  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN



BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
  1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
  2. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
  3. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian;
  4. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
  5. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
  6. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi,Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
  7. Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
  8. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.
  9. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk memproduksi obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
  10. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi.
  11. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.
  12. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  13. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
  14. Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.
  15. Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara baik.
  16. Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian.
  17. Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian.
  18. Asosiasi adalah perhimpunan dari perguruan tinggi farmasi yang ada di Indonesia.
  19. Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia.
  20. Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
  21. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.
  22. Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
  23. Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.
  24. Rahasia Kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan dengan praktek kedokteran yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  25. Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian yang menyangkut proses produksi, proses penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan Farmasi yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
  26. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.


Pasal 2
  1. Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.
  2. Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu


Pasal 3

Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.


Pasal 4

Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk :
  1. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
  2. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan; dan
  3. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.



BAB II
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN


Bagian Kesatu

Umum


Pasal 5

Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:
  1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi;
  2. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi;
  3. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi; dan
  4. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi.


Bagian Kedua

Pekerjaan Kefarmasian Dalam Pengadaan

Sediaan Farmasi


Pasal 6
  1. Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi.
  2. Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian.
  3. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga

Pekerjaan Kefarmasian Dalam Produksi

Sediaan Farmasi


Pasal 7
  1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab.
  2. Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian
.


Pasal 8

Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika.


Pasal 9
  1. Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi.
  2. Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur dengan Peraturan Menteri

Pasal 10

Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 11
  1. Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
  2. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 12

Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu Sediaan Farmasi pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.


Pasal 13

Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.



Bagian Keempat

Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau

Penyaluran Sediaan Farmasi


Pasal 14
  1. Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
  2. Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri

Pasal 15

Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 16
  1. Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
  2. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 17

Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.


Pasal 18

Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang distribusi atau penyaluran.



Bagian Kelima

Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas

Pelayanan Kefarmasian



Pasal 19

Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa :
  1. Apotek;
  2. Instalasi farmasi rumah sakit;
  3. Puskesmas;
  4. Klinik;
  5. Toko Obat; atau
  6. Praktek bersama


Pasal 20

Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.


Pasal 21
  1. Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
  2. Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
  3. Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut jenis Fasilitas Pelayanan Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri.
  5. Tata cara penempatan dan kewenangan Tenaga Teknis Kefarmasian di daerah terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 22

Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.


Pasal 23
  1. Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
  2. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 24

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:

mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;

mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan

menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 25
  1. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
  2. Dalaam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.
  3. Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 26
  1. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya.
  2. Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di Toko Obat.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di Toko Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan standar pelayanan kefarmasian di toko obat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 27

Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.


Pasal 28

Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.


Pasal 29

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan Peraturan Menteri.



Bagian Keenam

Rahasia Kedokteran Dan Rahasia Kefarmasian


Pasal 30
  1. Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian.
  2. Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.



Bagian Ketujuh

Kendali Mutu dan Kendali Biaya


Pasal 31
  1. Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya.
  2. Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui audit kefarmasian.

Pasal 32

Pembinaan dan pengawasan terhadap audit kefarmasian dan upaya lain dalam pengendalian mutu dan pengendalian biaya dilaksanakan oleh Menteri.




BAB III

TENAGA KEFARMASIAN



Pasal 33
  1. Tenaga Kefarmasian terdiri atas:
  1. Apoteker; dan
  2. Tenaga Teknis Kefarmasian.
2. Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.



Pasal 34

1) Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada:

a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu;

b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan/atau

c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dimaksud pada ayat (1)

diatur dalam Peraturan Menteri.



Pasal 35
1) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian.
2) Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar Profesi.
3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
4) Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 36

1) Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a merupakan pendidikan profesi setelah sarjana farmasi.
2) Pendidikan profesi Apoteker hanya dapat dilakukan pada perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan.
3) Standar pendidikan profesi Apoteker terdiri atas:

a. komponen kemampuan akademik; dan
b. kemampuan profesi dalam mengaplikasikan Pekerjaan Kefarmasian

4) Standar pendidikan profesi Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dan diusulkan oleh Asosiasi di bidang pendidikan farmasi dan ditetapkan oleh Menteri.
5) Peserta pendidikan profesi Apoteker yang telah lulus pendidikan profesi Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak memperoleh ijazah Apoteker dari perguruan tinggi.


Pasal 37

1) Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi.
2) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung setelah melakukan registrasi.
3) Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara registrasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 38

1) Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang pendidikan.
2) Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.
3) Untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), peserta didik yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang bersangkutan bekerja.
4) Ijazah dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memperoleh izin kerja.


Pasal 39

1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi.
2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi:

a. Apoteker berupa STRA; dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.


Pasal 40

1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan :

a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

2) STRA dikeluarkan oleh Menteri.


Pasal 41

STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1).


Pasal 42

1) Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia harus memiliki STRA setelah melakukan adaptasi pendidikan.
2) STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); atau
b. STRA Khusus

3) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia yang terakreditasi.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian STRA, atau STRA Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pelaksanaan adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 43

STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a diberikan kepada :

Apoteker warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) di Indonesia dan memiliki sertifikat kompetensi profesi;

Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker di Indonesia yang telah memiliki sertifikat kompetensi profesi dan telah memiliki izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian; atau

Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker di luar negeri dengan ketentuan:
1. telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker di Indonesia;
2. telah memiliki sertifikat kompetensi profesi; dan
3. telah memenuhi persyaratan untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian.


Pasal 44

STRA Khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2) huruf b dapat diberikan kepada Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri dengan syarat :

atas permohonan dari instansi pemerintah atau swasta;
mendapat persetujuan Menteri; dan
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan kurang dari 1 (satu) tahun.


Pasal 45

1) Penyelenggaraan adaptasi pendidikan Apoteker bagi Apoteker lulusan luar negeri dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia.
2) Apoteker lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan yang berlaku dalam bidang pendidikan dan memiliki sertifikat kompetensi.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan.


Pasal 46

Kewajiban perpanjangan registrasi bagi Apoteker lulusan luar negeri yang akan melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia mengikuti ketentuan perpanjangan registrasi bagi Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.


Pasal 47

1) Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan:

memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek;
memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan
membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.

2) STRTTK dikeluarkan oleh Menteri;
3) Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerah provinsi.


Pasal 48

STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1).


Pasal 49

STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena :

habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang;
dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
permohonan yang bersangkutan;
yang bersangkutan meninggal dunia; atau
dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.


Pasal 50

1) Apoteker yang telah memiliki STRA, atau STRA Khusus, serta Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK harus melakukan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki.
2) Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK mempunyai wewenang untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker yang telah memiliki STRA sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.


Pasal 51

1) Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker.
2) Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki STRA.
3) Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Apoteker dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.


Pasal 52

1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.
2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;
b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping;
c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau
d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.


Pasal 53

1) Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
2) Tata cara pemberian surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 54

1) Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.
2) Apoteker pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.


Pasal 55
1) Untuk mendapat surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Tenaga Kefarmasian harus memiliki :

STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih berlaku;
tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian atau fasilitas kefarmasian atau Fasilitas Kesehatan yang memiliki izin; dan
rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat

2) Surat Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum apabila Pekerjaan Kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin



BAB IV

DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN



Pasal 56

Penegakkan disiplin Tenaga Kefarmasian dalam menyelenggarakan Pekerjaan Kefarmasian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.


Pasal 57

Pelaksanaan penegakan disiplin Tenaga Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN



Pasal 58

Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya serta Organisasi Profesi membina dan mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian.


Pasal 59

1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diarahkan untuk :

melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian yang dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian;
mempertahankan dan meningkatkan mutu Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, dan Tenaga Kefarmasian.

2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.



BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN



Pasal 60

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku :

Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan dan/atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 61

Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka waktu 2 (dua) tahun belum memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, maka surat izin untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian batal demi hukum.


Pasal 62

Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjadi penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.



BAB VII

KETENTUAN PENUTUP



Pasal 63

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2752), sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3169) dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Dan Izin Kerja Apoteker (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3422), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 64

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 01 September 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.



DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 1 September 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.



ANDI MATTALATTA



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 124