TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Tanaman
2.1.1. Klasifikasi
Dilihat dari taksonominya, tempuyung mempunyai urutan takson sebagai berikut (6) :
Kingdom | : | Plantae |
Divisio | : | Magnoliophyta |
Classis | : | Magnoliopsida |
Sub Classis | : | Asteriidae |
Ordo | : | Asterales |
Familia | : | Asteraceae |
Genus | : | Sonchus |
Species | : | Sonchus arvensis |
Gambar 2.1 Tanaman Sonchus arvensis
2.1.2. Nama Daerah
Nama lain untuk tumbuhan ini, di Jawa disebut dengan ga-ling; Sunda : rayana, jombang, jombang lalakina, lempung, lampenas; Jawa Tengah : tempuyung; China : Niu she tou; Perancis : laiton des champs; Inggris : sow thistle (7).
2.1.3. Morfologi Tumbuhan
Tempuyung tumbuh liar di tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung, seperti di tebing-tebing, tepi saluran air, atau tanah terlantar, kadang ditanam sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan yang berasal dari Eurasia ini bisa ditemukan pada daerah yang banyak turun hujan pada ketinggian 50 - 1.650 m, tinggi 0,6 - 2 m, mengandung getah putih, dengan akar tunggang yang kuat. Batang berongga dan berusuk. Daun tunggal, bagian bawah tumbuh berkumpul pada pangkal membentuk roset akar. Helai daun berbentuk lanset atau lonjong, ujung runcing, pangkal bentuk jantung, tepi berbagi menyirip tidak teratur, panjang 6 - 48 cm, lebar 3 - 12 cm, warnanya hijau muda. Daun yang keluar dari tangkai bunga bentuknya lebih kecil dengan pangkal memeluk batang, letak berjauhan, berseling. Perbungaan berbentuk bonggol yang tergabung dalam malai, bertangkai, mahkota bentuk jarum, warnanya kuning cerah, lama kelamaan menjadi merah kecokelatan. Buah kotak, berusuk lima, bentuknya memanjang sekitar 4 mm, pipih, berambut, cokelat kekuningan. Ada keaneka-ragaman tumbuhan ini. Yang berdaun kecil disebut lempung, dan yang berdaun besar dengan tinggi mencapai 2 m disebut rayana. Batang muda dan daun walaupun rasanya pahit bisa dimakan sebagai lalap. Perbanyakan dengan biji (7).
2.1.4. Ekologi dan Budidaya
Tanaman ini hidup liar di sawah, di ladang-ladang bertanah lembab dan cukup mendapatkan sinar matahari. Biasanya tanaman ini tumbuh pada ketinggian 1700 m di atas permukaan laut. Tumbuhan semak ini tingginya sekitar 2 m. Daunnya berbentuk tombak. Biasanya daun mudanya dimakan sebagai sayuran (lalab atau celur). Bunganya berbentuk bongkol berwarna putih kekuningan dan mudah diterbangkan angin. Buahnya berwarna merah tua.
Tumbuhan ini mudah diperbanyak dengan biji. Biji sangat halus, 1 gram biji, berserat mengandung 2.500 biji, sedang yang tanpa serat mengandung 3.000 biji. Daya kecambah biji cepat menurun, oleh sebab itu lebih baik menggunakan biji-biji yang baru, paling lama disimpan 1 bulan. Benih memerlukan penyemaian lebih dahulu agar tidak agar tidak banyak yang mati karena kekeringan, rusak oleh terik matahari, terlalu basah atau lembab dan pengaruh lain dari keadaan lingkungan yang buruk (8).
2.2. Makroskopik dan Mikroskopik Daun Tempuyung
2.2.1. Makroskopik
Daun : tunggal, tidak bertangkai, helaian daun berbentuk lonjong atau berbentuk lanset, berlekuk menjari atau berlekuk tidak teratur; pangkal daun menyempit atau berbentuk panah sampai berbentuk jantung; pinggir daun bergerigi tidak teratur; permukaan daun sebelah atas agak kasar dan berwarna lebih pucat; panjang daun 6 cm sampai 48 cm, lebar daun 2 cm sampai 10 cm (8).
Gambar 2.2. Daun tempuyung
2.2.2. Mikroskopik
Serbuk; warna hijau sampai hijau kelabu. Fragmen pengenal adalah fragmen epidermis atas dengan dinding samping umumnya agak bergelombang; fragmen epidermis bawah dengan dinding samping lebih bergelombang; rambut kelenjar; stomata (8).
(teliti sendiri biasanya berbeda bentuk serabutnya)
Gambar 2.3. Serbuk daun tempuyung
2.3. Sifat dan Kandungan Kimia
Kandungan kimia yang terdapat di dalam daun tempuyung adalah ion-ion mineral antara lain, silika, kalium, magnesium, natrium, dan senyawa organik macam flavonoid (kaempferol, luteolin-7-O-glukosida dan apigenin-7-O-glukosida), kumarin (skepoletin), taraksasterol, inositol, serta asam fenolat (sinamat, kumarat dan vanilat). Dilaporkan, kandungan flavonoid total di dalam daun tempuyung 0,1044 %. Dari penelitian yang di lakukan, diketahui akar tempuyung mengandung senyawa flavonid total kira-kira 0,5 % dan flavonoid yang terbesar adalah apigenin-7-O-glukosida. Menurut Paul Cos, flavonoid apigenin-7-O-glukosida adalah salah satu golongan flavonoid yang mempunyai potensi cukup baik untuk menghambat kerja enzim kantin oksidase dan superoksidase (7).
2.4. Khasiat Tempuyung
Khasiat yang terkandung dalam tempuyung adalah sebagai batu saluran kencing, batu empedu, disentri, wasir, rematik goat, radang usus buntu (apendisitis), radang payudara (mastitis), bisul, beser mani (spermatorea), darah tinggi (hipertensi), luka bakar, Pendengaran kurang (tuli), memar.
2.4.1. Resep Pengobatan
Secara tradisional tempuyung dapat digunakan sebagai :
1. Radang payudara
Tumbuhan tempuyung segar sebanyak 15 gr direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, lalu diminum sekaligus. Lakukan 2-3 kali sehari
2. Bisul
Batang dan daun tempuyung segar secukupnya dicuci bersih lalu ditumbuk halus. Air perasannya digunakan untuk mengompres bisul.
3. Darah tinggi, kandung kencing dan kandung empedu berbatu
Daun tempuyung segar sebanyak 5 lembar dicuci lalu diasapkan sebentar. Makan sebagai lalap bersama makan nasi. Lakukan 3 kali sehari.
4. Kencing batu
Daun tempuyung segar sebanyak 250 mg direbus dengan 250cc air bersih sampai tersisa 150 cc. Setelah dingin disaring, dibagi untuk 3 kali minum. Habiskan dalam sehari. Lakukan setiap hari sampai sembuh.
5. Pendengaran berkurang
Herba tempuyung segar dicuci bersih lalu dibilas dengan air masak. Giling sampai halus, lalu diperas dengan kain bersih. Airnya diteteskan pada telinga yang tuli. Lakukan 3-4 kali sehari(7).
2.5. Identifikasi
Cara mengindentifikasi serbuk daun tempuyung dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1) Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam sulfat P, terjadi warna coklat keunguan.
2) Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida P 5% b/v, terjadi warna kuning.
3) Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes ammonia (25%) P, terjadi warna kuning kehijauan.
4) Timbang 300 mg serbuk daun, campur dengan methanol P dan panaskan dalam penangas air selama 2 menit, dinginkan, saring, cuci endapan dengan metanol P secukupnya sehingga diperoleh 5 ml filtrat. Pada titik pertama dari lempeng KLT silica gel GF 254 P tutulkan 20 μl filtrate dan pada titik kedua tutulkan 20 μl zat warna II LP. Elusi dengan campuran etil asetat P – metal keton P – asam format P – air ( 50 : 30 : 10 : 10 ) dengan jarak lambat 15 cm. amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm. Semprot dengan alumunium klorida LP, panaskan pada suhu 1100 selama 10 menit, amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm. Pada kromatogram tampak bercak dengan warna dan hRx sebagai berikut :
No | hRx | Dengan sinar biasa | Dengan sinar UV 366nm | ||
Tanpa pereaksi | Dengan pereaksi | Tanpa pereaksi | Dengan pereaksi | ||
1 | 50 – 60 | - | - | Biru | Biru kuning |
2 | 64 – 71 | - | - | - | Biru kuning |
3 | 121 – 129 | - | - | Kuning | Kuning |
4 | 130 – 134 | - | - | Merah jingga | Merah jingga |
5 | 139 - 141 | hijau | - | Merah jingga | Merah jingga |
Catatan : harga hRx dihitung terhadap bercak biru
Kadar abu : tidak lebih dari 17 %
Kadar abu yang tidak larut dalam asam : tidak lebih dari 0.25 %
Kadar sari yang larut dalam air : tidak kurang dari 24 % Kadar sari yang larut dalam etanol : tidak lebih dari 2 % (8)
2.6. Penelitiaan – penelitiaan
2.6.1. Analisa Senyawa Golongan Flavonoid Herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.).
ABSTRAK: Tempuyung (Sonchus arvensis) dari suku asteraceae merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki beberapa golongan senyawa flavonoid. Telah dilakukan isolasi senyawa golongan flavonoid terhadap ekstrak methanol herba tempuyung kering menggunakan kromatografi kertas dengan eluen n-butanol-asam asetat-air (4:1:5). Analisa dilakukan terhadap bercak yang diperoleh menggunakan metoda spektrofotometeri UV-vis dengan bantuan pereaksi geser natrium hidroksida, alumunium (III) klorida, natrium asetat dan asam borat. Hasil analisa menunjukkan bahwa senyawa flavonoid yang diperoleh termasuk dalam golongan flavon tersubstitusi yaitu 7,4-hidroksi flavon (9).
(lihat di prosedur modul)
Gambar 2.4 Tahap penelitiaan
2.6.2. Pengaruh Sukrosa Terhadap Kadar Kumarin Pada Kultur Suspensi Sel Tempuyung.
ABSTRAK: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh variasi kadar sukrosa terhadap kadar kumarin serta untuk mengetahui persen kadar kumarin pada kalus tempuyung. Hasil penelitiaan diperoleh bahwa penambahan variasi kadar sukrosa dapat meningkatkan kadar kumarin pada kultur suspensi sel tempuyung dengan kadar rata-rata sukrosa 0 g/l = 0.0113 g/g kalus, sukrosa 20 g/l = 0.00172 g/g kalus, sukrosa 40 g/l = 0.0242 g/g kalus, dan sukrosa 60 g/l adalah 3X dari berat kumarin tanpa penambahan sukrosa (10).
2.6.3. Ekstrak Tempuyung Sebagai Antioksidan, Antirheumatik dan Inhibisi Pembentukan Asam Urat
Tempuyung atau Sonchus Arvensis (Asteraceae) selama ini dikenal sebagai penghancur batu ginjal dan diuretik. Beberapa fakta baru menunjukkan bahwa tumbuhan ini juga dapat mengeliminasi kelebihan asam urat di dalam tubuh dengan adanya senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung, yaitu senyawa flavonoida sehingga asam urat tidak terbentuk dan ion-ion mineral yang ada dapat meningkatkan kelarutan asam urat dalam cairan tubuh (11).
2.6.4. Tempuyung Sebagai Obat Batu Ginjal
Dalam penelitian itu dia merendam batu ginjal seseorang dalam rebusan daun tempuyung pada suhu kamar dan pada suhu 37oC. Bahan percobaan tadi ada yang digoyang seperti gerakan tubuh manusia, ada pula yang tidak. Setelah itu batu ditimbang dan kalsium dalam larutan diukur secara kimia. Hasilnya, semua batu ginjal berkurang bobotnya.
Sarjito juga meneliti daya penghancuran batu ginjal manusia dengan melakukan pemeriksaan kristal dalam air seni dan dengan menggunakan sinar rontgen. Hasilnya, diketahui tanaman tempuyung dapat menghancurkan batu ginjal. Sayangnya, sampai sekarang belum diketahui senyawa yang melarutkan atau menghancurkan batu ginjal (12).
DAFTAR PUSTAKA
Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomik., 1979, Patologi, FKUI, Jakarta, 5-7.
Ardiansyah,2005, Pangan Tradisional Sebagai Pangan Fungsional, Artikel IPTEK, Jakarta, 22,59,24.
Ibnu, A, 2003, Pengobatan dan Perawatan Kecantikan Secara Tradisional, HKPN, Jawa Tengah, 69.
Soenanto, H dan Sri Kuncoro, 2005, Hancurkan Batu Ginjal Dengan Ramuan Herbal, Puspa Swara, Jakarta, 7-10.
Tersono, A, 2003, Permanfaatan Obat dan Jus Obat, Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 113.
Depkes RI, 1997, Materia Medika Indonesia Jilid I, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, 100-104.
0 comments:
Posting Komentar