Sabtu, 16 Juli 2011

PER.MEN.KES. RI Nomor : 220/Men.Kes/Per/IX/76 Tentang PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA & ALKES

PER.MEN.KES. RI Nomor : 220/Men.Kes/Per/IX/76
Tentang PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA & ALKES
BAB I Mengenai Ketentuan Umum, Pasal 1 Menyangkut pengertian :
1.       Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat.
3.   Memproduksi adalah membuat, mengolah, mengubah bentuk, membungkus kembali untuk diedarkan.
4.   Mengedarkan adalah menjual menyajikan di tempat penjualan, menyerahkan, memiliki atau mempunyai persediaan di tempat penjualan kecuali jika kosmetika.
5.   Hygiene adalah usaha untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan.
6.       Standar mutu adalah ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri mengenai nama, batasan, bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, komposisi, ukuran dasar hygiene, timbangan dan ukuran, wadah, pembungkus, penandaan, cara pengambilan contoh dan analisa, serta ketentuan lain untuk pengujian tiap macam kosmetika.
7.   Wadah adalah barang yang dipakai untuk mewadahi atau membungkus kosmetika yang berhubungan langsung dengan isi.
8.       Pembungkus adalah wadah atau selubung di dalam mana kosmetika tersebut berada untuk digunakan pada waktu peragaan atau penyerahan kepada pembeli eceran.
9.       Penandaan adalah etiket, brosur atau bentuk pernyataan lainnya yang ditulis, dicetak atau digambar, yang disertakan pada atau berhubungan dengan kosmetika.
10.    Etiket adalah tanda yang berupa tulisan, dengan atau tanpa gambar yang diletakkan, dicetak, diukir, dicantumkan dengan jalan apapun pada wadah atau pembungkus.
11.    Iklan adalah usaha dengan cara apapun untuk meningkatkan penjualan secara langsung atau tidak langsung.
12.    Laboratorium Penguji adalah lab. Pemerintah yang diberi kuasa oleh Menteri untuk melaksanakan pengujian.
13.    Petugas adalah pelaksana yang diberi kuasa oleh Dir.Jen POM untuk melaksanakan pengawasan.

14.    Pengujian adalah pemeriksaan dan analisa yang dilakukan terhadap contoh kosmetika dengan maksud memeriksa kebenarannya sesuai standar mutu atau persyaratannya yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB II Mengenai  Syarat2 Umum Produksi & Peredaran
Pasal 2
1.       Produksi kosmetika harus mendapat ijin dari Menteri
2.       Kosmetika yang diproduksi dan diedarkan harus memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan, standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan Menteri.
3.       Kosmetika sebelum diedarkan harus didaftarkan pada Dep.Kes. RI.
Pasal 3
Dilarang memproduksi dan mengedarkan kosmetika yang :
  1. Tidak mendapat ijin produksi dari Menteri
  2. Kotor, tercemar, rusak, mengandung atau padanya terdapat bahan beracun, jasad renik berbahaya  melampaui batas yang ditetapkan Menteri dan dapat mengganggu kesehatan.
  3. Tidak memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan
  4. Tidak diberi wadah, pembungkus dan penandaan menurut peraturan yang ditetapkan
  5. Tidak didaftar di Dep.Kes. RI.
Pasal 4
Dilarang mengimpor kosmetika yang
  1. disebut pada Pasal 3 huruf a, b, c, d dan e.
  2. di Negara asalnya dilarang diedarkan
BAB III Mengenai Produksi Bagian Pertama : Umum
Pasal 5
Menteri menetapkan peraturan tentang persyaratan lokasi, bangunan, alat produksi, bahan produksi, cara produksi, produk akhir, laboratorium pemeriksaan mutu, karyawan dll. yang dipandang perlu.
Bagian Kedua Pasal 6
Lokasi unit produksi kosmetika harus dipilih sehingga dapat dicegah pengotoran dan pencemaran terhadap produk.
Pasal 7
Produksi kosmetika yang disebut dalam Pasal 6 dilarang mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Bagian Ketiga : Bangunan Pasal 8
1.       Bangunan untuk produksi kosmetika harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan hygiene, sesuai dengan jenis produksi yang dibuat.
2.       Bangunan dalam ayat (1) Pasal ini harus mempunyai fasilitas sanitasi yang cukup dan terpelihara.
Pasal 9
Bagian bangunan atau ruangan untuk produksi kosmetika dilarang digunakan untuk keperluan lain, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri.
Bagian Keempat : Alat Produksi Pasal 10
Kualitas alat produksi kosmetika harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
Alat produksi kosmetika harus disesuaikan dengan jenis produksi dan selalu dalam keadaan terpelihara.
Pasal 12
Dalam Pasal 11 dilarang digunakan selain untuk tujuan produksi kosmetika, kecuali bila ditetapkan lain oleh Menteri.
Bagian Kelima : Bahan Produksi               Pasal 13
Bahan untuk produksi kosmetika harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 14
1.       Menteri menetapkan jenis dan kadar bahan tertentu yang diijinkan dalam produksi kosmetika.
2.       Pembubuhan zat radioaktif pada kosmetika tidak diijinkan.
Bagian Keenam : Cara Produksi    Pasal 15
Produksi kosmetika harus dilakukan :
  1. Di tempat dan lingkungan yang memenuhi syarat hygiene dan sanitasi.
  2. Menurut cara produksi yang ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketujuh : Pemeriksaan Mutu    Pasal 16
Perusahaan produksi  jenis kosmetika yang ditetapkan oleh Menteri diwajibkan memiliki laboratorium untuk melakukan analisa dan pemeriksaan terhadap bahan produksi yang digunakan dan produk akhir.
Pasal 17
Perusahaan produksi kosmetika wajib mempunyai seorang tenaga ahli sebagai penanggung jawab mutu, yang kualifikasinya ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan jenis produksi.
Pasal 18
Terhadap produk akhir jenis kosmetika yang ditetapkan oleh Menteri harus dilakukan pengujian sebelum diedarkan.
Bagian Kedelapan : Karyawan            Pasal 19
Karyawan yang berhubungan langsung dengan produksi kosmetika harus dalam keadaan sehat dan bersih.
Pasal 20
Dilarang mempekerjakan karyawan yang menderita penyakit menular atau penyakit tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB IV Mengenai Peredaran
Bagian Pertama : Wadah, Pembungkus, Penandaan dan Periklanan  Pasal 21
Menteri menetapkan peraturan tentang wadah, pembungkus, penandaan dan periklanan kosmetika.
Pasal 22
Dilarang mencantumkan pada penandaan atau menggunakan dalam periklanan segala sesuatu yang tidak benar, berlebih-lebihan, menyesatkan atau yang dapat ditafsirkan salah perihal asal, sifat, nilai, kuantitas, komposisi, kegunaan dan keamanan kosmetika.
Bagian Kedua : Pengangkutan dan Peredaran   Pasal 23
Menteri menetapkan peraturan tentang persyaratan teknik atau hygienen pengangkutan peredaran
BAB V Mengenai Pengawasan,   Wewenang Pengawasan
Pasal 24
Dir.Jen. POM atau pejabat yang ditunjuk olehnya, diberi wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan ini.
Pasal 25
Petugas yang menjalankan pengawasan terhadap Peraturan ini harus selalu membawa perintah tertulis dari Dir.Jen. POM atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
Pasal 26
Pelaksanaan pengawasan didaerah-daerah terhadap Peraturan ini diatur oleh Dir.Jen. POM.
BAB VI Mengenai Penindakan
Pasal 27
Pelanggaran pada Pasal 2, 3, 4, 6 sampai dengan Pasal 15, 17 sampai dengan Pasal 20, 22 Peraturan ini sehingga membahayakan bagi jiwa atau kesehatan seseorang dipidanakan berdasarkan Pasal 204 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 28
Pelanggaran terhadap Pasal 2, 3, 4, 6 sampai dengan Pasal 15, 17 sampai dengan Pasal 20 dan 22 Peraturan ini dapat dikenakan denda administratif berupa pencabutan nomor pendaftaran dan pencabutan ijin produksi pada DepKes RI.
Pasal 29
Dir.Jen. POM berwenang memerintahkan kepada produsen dan importer untuk menarik dari peredaran kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan ini.

BAB VII Mengenai Aturan Peralihan   Pasal 30
Dir.Jen. POM diberi wewenang mengatur dan atau menetapkan ketentuan mengenai kosmetika yang sudah beredar di pasaran pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini.
Pasal 31
Ketentuan tentang kosmetika yang ada pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini tetap berlaku selama ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan ini.
BAB VIII Mengenai Penutup   Pasal 32
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini, diatur lebih lanjut oleh Dir.Jen. POM.
Pasal 33
Peraturan Menteri ini mulai berlaku terhitung dari sejak tanggal ditetapkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengudangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara RI.

PER.MEN.KES. RI Nomor : 236/Men.Kes/Per/X/1977
Tentang  PERIJINAN PRODUKSI KOSMETIKA & ALKES
BAB I Mengenai Ketentuan Umum
Pasal 1 Menyangkut Pengertian :
  1. Ijin produksi adalah ijin yang diberikan oleh Menteri kepada perusahaan untuk memproduksi kosmetika;
  2. Perusahaan adalah badan hukum atau perorangan yang memproduksi kosmetika;
  3. Kosmetika, memproduksi, mengedarkan dan Menteri adalah sebagaimana yang ditetapkan dalam Ketentuan Umum Per.Men.Kes. RI. No. 220/Men.Kes/Per/IX/76 tanggal 6 September 1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika.
BAB II Mengenai Perijinan Produksi    Pasal 2
  1. Perusahaan yang memproduksi kosmetika harus mendapat ijin dari Menteri.
  2. Ketentuan dalam ayat (1) berlaku juga bagi cabang perusahaan yang bersangkutan
Pasal 3
Ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 2 tidak berlaku bagi :
  1. Apotik yang meracik atau membuat di tempatnya dan menjual langsung kepada pemakainya;
  2. Salon kecantikan, dokter, rumah sakit, poliklinik atau instalasi kesehatan untuk keperluan sendiri;
  3. Badan pemerintah dan atau swasta untuk keperluan ilmu pengetahuan (riset), pendidikan atau analisa kimia.
Pasal 4
Ijin produksi hanya berlaku untuk jenis atau bentuk kosmetika yang tercantum dalam ijin.
BAB III Mengenai Klasifikasi Perijinan   Pasal 5
  1. Ijin produksi diklasifikasikan menjadi 3 golongan : golngan A, B dan C.
  2. Syarat yang harus dipenuhi untuk golongan seperti dalam ayat (1) diatur oleh Dir.Jen. POM.
BAB IV Mengenai Tata Cara Perijinan   Pasal 6
Untuk mendapatkan ijin produksi, pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri (c.q. Dir.Jen. POM) melalui Kepala Kantor Wilayah Dep.Kes. di propinsi yang bersangkutan.
Pasal 7
  1. Permohonan dalam Pasal 6 harus disertai formulir permohonan yang disediakan oleh Dir.Jen. POM.
  2. Formulir permohonan harus dilengkapi dengan :
    1. Peta lokasi;
    2. Denah bangunan;
    3. Salinan akte pendirian perusahaan yang disahkan oleh notaries;
    4. Salinan ijin dari instansi/departemen lain;
    5. Salinan surat perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaries bagi pemohon yang memproduksi kosmetika berdasarkan lisensi;
    6. Keterangan lain yang diperlukan.
BAB V Mengenai Masa Berlaku Ijin   Pasal 8
Ijin produksi berlaku selama 4 tahun terhitung sejak tanggal dikeluarkan
BAB VI Mengenai Pembaharuan Ijin
Pasal 9
  1. Pemohon dalam melanjutkan usahanya harus mengajukan permohonan pembaharuan ijin 3 bulan sebelum berakhir masa berlakunya ijin produksi.
  2. Tatacara pembaharuan ijin berlaku ketentuan dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
Pasal 10
Dalam hal terjadi :
  1. Pembaharuan jenis atau bentuk produksi;
  2. Perubahan nama dan alamat perusahaan;
  3. Penggantian tenaga ahli;
  4. Penggantian pemilik perusahaan;
Harus diajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Dep.Kes. di propinsi yang bersangkutan.


BAB VII Mengenai Pencabutan Ijin    Pasal 11
Ijin produksi dapat dicabut :
  1. Atas permintaan tertulis dari pemohon atau pemegang ijin;
  2. Apabila pemohon memberikan data atau keterangan yang tidak benar pada waktu permohonan ijin;
  3. Apabila perusahaan melanggar ketentuan tentang produksi dan perturan perundangan lainnya;
  4. Apabila pemegang ijin memalsu hasil produksi perusahaan lain.
BAB VIII Mengenai Pelaporan   Pasal 12
Perusahaan harus melaporkan hasil produksinya setiap 3 bulan kepada Dir.Jen. POM.
BAB IX Mengenai Ketentuan Penindakan   Pasal 13
Pelanggaran ketentuan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal  10 Ayat (1), Pasal 12 dan Pasal 14 dikenakan sanksi menurut Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 Per.Men.Kes. RI.
No. 220/Men.Kes/Per/IX/76 tanggal 6 September 1976.
BAB X Mengenai Ketentuan Peralihan   Pasal 14
Perusahaan yang telah memproduksi kosmetika pada saat berlakunya peraturan ini, harus mengajukan ijin selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 1977.
BAB XI Mengenai Ketentuan  Penutup   Pasal 15
  1. Hal-hal yang bersifat teknis yang belum cukup diatur dalam Per.Men.Kes. ini diatur lebih lanjut oleh Dir.Jen. POM.
  2. Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

PER.MEN.KES. RI Nomor : 140/MENKES/PER/III/1991
Tentang  WAJIB DAFTAR KOSMETIKA, ALKES DAN PERBEKALAN KRT
BAB I Mengenai Ketentuan Umum
Pasal 1 Menyangkut pengertian :
  1. Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
4.   Penandaan adalah etiket, brosur atau bentuk pernyataan lainnya yang ditulis, dicetak, atau digambar, berisi informasi yang cukup disertakan pada atau berhubungan dengan kosmetika.


BAB II Mengenai Persyaratan & Kriteria
Pasal 2
Kosmetika yang diedarkan di Indonesia, harus didaftarkan pada Dep.Kes. cq. Dir.Jen. POM.
Pasal 3
2.   Pendaftaran kosmetika produksi dalam negeri dilakukan oleh :
a.   produsen kosmetika dalam negeri yang telah mendapat izin.
b.   perusahaan yang bertanggung jawab atas pemasaran, dengan menunjuk produsen kosmetika dalam negeri yang telah mendapat izin.
4.   Pendaftaran kosmetika impor dilakukan oleh penyalur yang ditunjuk atau diberi kuasa oleh produsen atau perusahaannya di luar negeri.
Pasal 4
Kosmetika yang terdaftar harus memenuhi kriteria sbb :
a.   Khasiat dan keamanan
Untuk kosmetika yakni keamanan yang cukup, yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang, tidak melebihi batas kadar yang ditetapkan untuk bahan, zat pengawet dan tabir surya yang diizinkan dengan pembatasan; menggunakan zat warna yang diizinkan sesuai dengan daerah penggunaaanya.
b.   Mutu yakni mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk kosmetika.
c.   Penandaan yakni penandaan yang berisi informasi yang cukup, yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan.
BAB III Mengenai Tata Cara Pendaftaran
Pasal 5
  1. Permohonan pendaftaran kosmetika diajukan kepada Dir.Jen.
  2. Permohonan pendaftaran dilakukan dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan dokumen yang diperlukan yang akan ditetapkan oleh Dir.Jen.
Pasal 6
  1. Terhadap kosmetika yang permohonannya telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan evaluasi mengenai keamanan, mutu dan penandaannya.
  2. Untuk kosmetika impor yang beredar di Negara asalnya yang system pengawasannya telah dikenal baik, evaluasi cukup terhadap keamanan dan penandaannya.
Pasal 7
  1. Dalam hal diperlukan penambahan data untuk penilaian, Dir.Jen. memberitahukan secara tertulis.
  2. Pendaftar wajib menyerahkan tambahan data dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan.
  3. Dalam hal pendaftaran tidak dapat memenuhi ketentuan dalam ayat (2), Dir.Jen. menerbitkan surat penolakan pendaftaran.
  4. Pendaftaran yang ditolak seperti dalam ayat (3), dapat diajukan kembali sebagai pendaftaran baru apabila kelengkapan dalam Pasal 5 ayat (2) dan/atau tambahan data dalam ayat (2) dilengkapi.
Pasal 8
  1. Dalam waktu selambat-lambatnya 2 bulan sejak menerima pendaftaran lengkap, Dir.Jen. harus memberikan keputusan persetujuan atau penolakan pendaftaran.
  2. Keputusan pendaftaran kosmetika sebagaimana ayat (1) berlaku untuk seterusnya.
  3. Pendaftaran yang ditolak seperti yang dalam ayat (1) dapat diajukan kembali sebagai pendaftaran baru apabila terdapat data baru yang menunjang persetujuannya.
Pasal 9
Terhadap pendaftaran kosmetika tidak dipungut biaya.
BAB IV Mengenai Pembatalan Persetujuan Pendaftaran
Pasal 10
  1. Dir.Jen. dapat membatalkan persetujuan pendaftaran apabila berdasarkan penelitian atau pemantauan dalam penggunaannya setelah terdaftar tidak memenuhi criteria yang dalam Pasal 4, atau menimbulkan akibat yang membahayakan bagi kesehatan.
  2. Pembatalan persetujuan dimaksud ayat (1) dilakukan dengan keputusan pembatalan.
BAB V Mengenai Laporan
Pasal 11
  1. Perusahaan yang melakukan pendaftaran kosmetika wajib menyampaikan laporan berkala setiap 1 tahun terhadap jenis dan akibat samping yang telah diproduksinya.
BAB VI Mengenai Ketentuan Penutup
Pasal 12
Dengan dikeluarkannya Per.Men.Kes. RI. Nomor 326/MenKes/Per/XII/1976 tentang wajib daftar kosmetika dan alkes dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 13
Hal-hal teknis yang belum diatur dalam Per.Men.Kes ini ditetapkan lebih lanjut oleh Dir.Jen.

Pasal 14
Per.Men.Kes ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

PER.MEN.KES. RI Nomor : 96/Men.Kes/Per/V/1977
Tentang  WADAH, PEMBUNGKUS, PENANDAAN SERTA PERIKLANAN
KOSMETIKA DAN ALKES
BAB I Mengenai Ketentuan Umum
Pasal 1 Menyangkut pengertian :
  1. Bahan adalah zat atau campuran zat, baik berasal dari alam maupun sintetik, yang digunakan untuk memproduksi kosmetika.
  2. Pewangi adalah zat atau campuran zat, baik berasal dari alam maupun sintetik, yang digunakan semata-mata untuk memberikan bau wangi pada kosmetika.
  3. Penyedap adalah zat atau campuran zat, baik berasal dari alam maupun sintetik, yang digunakan semata-mata untuk memberikan rasa pada kosmetika.
  4. Mengimpor adalah memasukkan ke wilayah Indonesia.
  5. Bagian utama tiket adalah bagian dari etiket yang paling layak diperagakan, disajikan atau diperlihatkan pada penjualan eceran.
  6. Nomor pendaftaran adalah nomor pendaftaran pada Dep.Kes. RI.
  7. Kode produksi adalah tanda yang diberikan oleh produsen berupa angka dan atau huruf atau tanda lainnya yang menunjukkan riwayat produksi kosmetika.
Pasal 2
Pengertian mengenai kosmetika, standar mutu, memproduksi, mengedarkan, wadah, pembungkus, penandaan, etiket, iklan, Menteri, mengikuti pengertian yang ditetapkan dalam Pasal 1 Per.Men.Kes. RI. No. 220/Men.Kes/Per/IX/76 tanggal 6 September 1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alkes
BAB II Mengenai Wadah & Pembungkus
Bagian Pertama : Wadah  Pasal 3
1.  Wadah harus :
a.   Dibuat dari bahan yang tidak mengeluarkan zat yang beracun atau sesuatu yang dapat mengganggu kesehatan dan tidak berpengaruh terhadap mutu.
b.   Cukup baik melindungi isi terhadap pengaruh dari luar.
c.   Ditutup rapat sedemikian rupa, sehingga menjamin keutuhan dan keaslian isinya.
d.   Dibuat dengan mempertimbangkan keamanan pemakai.
2. Tutup wadah harus memenuhi persyaratan pada ayat (1) huruf a, b, dan d.
Bagian Kedua : Pembungkus  Pasal 4
1.   Pembungkus harus :
a. Diberi etiket seperti wadah;
b. Dibuat dbahan yang cukup melindungi wadah selama peredaran.
2.   Pembungkus sebagai wadah harus memenuhi persyaratan wadah.
BAB III Mengenai Penandaan
Bagian Pertama : Umum  Pasal 5
Penandaan harus :
    1. sesuai dengan kenyataan, tidak palsu dan tidak menyesatkan;
    2. sesuai dengan isian formulir permohonan pendaftaran yang telah disetujui.
Pasal 6
1.   Tulisan, pernyataan atau keterangan dalam penandaan harus :
a.   Jelas dan mudah dibaca dengan ketentuan menggunakan huruf ukurannya sepadan dengan luas etiket, menggunakan warna kontras terhadap latar belakang, tidak dikaburkan oleh lukisan atau gambar dan tidak berdesak-desakan dengan tulisan lain, cetakan atau ukiran;
b.   Dibuat demikian rupa, sehingga tidak mudah rusak karena air, gesekan, pengaruh udara atau sinar matahari.
2.   Apabila penandaan ditulis dalam bahasa asing, maka harus disertai keterangan mengenai kegunaan, cara penggunaan dan keterangan lain dalam bahasa Indonesia dengan huruf lain.

0 comments: