BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : HK.00.05.4.1380
TENTANG
PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa
obat tradisional merupakan suatu produk yang pada saat ini sudah sangat
dibutuhkan oleh masyarakat;
b.
bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang
dapat merugikan kesehatan, maka perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan;
c.
bahwa agar produksi obat tradisional dalam negeri dapat
tetap memiliki daya saing di tingkat internasional khususnya AFTA, maka perlu
adanya peningkatan mutu, keamanan dan kemanfaatan obat tradisional produksi
dalam negeri;
d.
bahwa langkah utama untuk menjamin mutu, keamanan dan
kemanfaatan obat tradisional bagi pemakainya adalah penerapan Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik pada seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi;
e.
bahwa sehubungan dengan hal tersebut dipandang perlu
menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pedoman
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Mengingat : 1. Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3821);
3.
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 46 Tahun 2002;
4.
Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2002;
5.
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat
dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004.
Memperhatikan : Surat
Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara RI Nomor 264A/MENKES/SKB/VII/2003 dan Nomor 02/SKB/ M.PAN/7/2003 tentang
Tugas, Fungsi dan Kewenangan di Bidang Pengawasan Obat dan Makanan.
M
E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN CARA
PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK
Pertama : Mengesahkan dan memberlakukan Pedoman Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik, sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini.
Kedua
: Setiap produsen
obat tradisional dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan memproduksi obat
tradisional, wajib berpedoman pada Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Ketiga : a. Bagi
Industri Obat Tradisional (IOT) diwajibkan telah menerapkan Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik dalam memproduksi Obat Tradisional selambat-lambatnya 1
Januari 2010
b.
Bagi Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) penerapan
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan industri.
Keempat : Produsen
Obat Tradisional yang telah menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik,
akan dilakukan penilaian dan diberikan sertifikat sesuai dengan bentuk sediaan
yang dibuat.
Kelima : Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
amar keempat dari Peraturan ini dapat dibatalkan, apabila dalam penerapan
selanjutnya ditemukan ketidaksesuaian dengan Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik.
Keenam : Keputusan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan, dengan ketentuan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan
apabila diketahui terdapat kekeliruan dikemudian hari.
Ditetapkan di
: JA K A R T A
Pada tanggal
: 02 Maret 2005
BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
KEPALA,
ttd
H. Sampurno
Lampiran
Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI
Nomor HK 00.05.4.1380
PEDOMAN
CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Obat tradisional
merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya
sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara
pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan
bahan baku .
Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan
obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan
mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Penerapan
CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan
mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun,
dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang
diinginkan dapat dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai
tambah bagi produk obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk
sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional.
Mengingat
pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi
industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan
CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram.
Dengan
adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat
Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat
pula diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka.
1.2. T u j u a n
1.2.1. Umum:
a.
Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan
dari penggunaan obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
b.
Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat
tradisional Indonesia dalam era pasar bebas.
1.2.2.
Khusus:
a.
Dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usaha
industri di bidang obat tradisional sehingga bermanfaat bagi perkembangan
industri di bidang obat tradisional.
b.
Diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri di
bidang obat tradisional.
1.3. Sistem Manajemen
Mutu
1.3.1.
Dalam penerapan sistem manajemen mutu hendaklah dijabarkan
struktur organisasi, tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur-prosedur,
instruksi-instruksi kerja, proses dan sumber daya.
1.3.2. Sistem mutu
hendaklah dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan, sifat dasar
produk-produknya, dan hendaklah diperhatikan aspek penting yang ditetapkan
dalam pedoman CPOTB ini.
1.3.3. Pelaksanaan sistem
mutu hendaklah menjamin bahwa apabila diperlukan dapat dilakukan pengambilan
contoh bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, serta dilakukan
pengujian terhadapnya untuk menentukan diluluskan atau ditolak, yang didasarkan
atas hasil uji dan kenyataan-kenyataan yang dijumpai yang berkaitan dengan
mutu.
2.
KETENTUAN UMUM
Dalam pedoman ini yang
dimaksud dengan:
2.1.
Obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian atau galenik, atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
2.2.
Bahan Awal adalah bahan baku dan bahan
pengemas yang digunakan dalam pembuatan suatu produk obat tradisional.
2.3.
Bahan baku adalah simplisia, sediaan
galenik, bahan tambahan atau bahan lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang
tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan obat tradisional walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat
didalam produk ruahan.
2.4.
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan.
2.5.
Bahan pengemas adalah semua bahan yang
digunakan untuk pengemasan produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
2.6.
Produk antara adalah bahan atau campuran
bahan yang masih memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk
menjadi produk ruahan.
2.7.
Produk ruahan adalah bahan atau campuran
bahan yang telah selesai diolah yang masih memerlukan tahap pengemasan untuk
menjadi produk jadi.
2.8.
Produk
jadi
adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan obat
tradisional.
2.9.
Pembuatan
adalah
seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi pengadaan bahan awal termasuk
penyiapan bahan baku ,
pengolahan, pengemasan, pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi yang siap
untuk didistribusikan.
2.10.
Produksi
adalah
semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal termasuk penyiapan
bahan baku ,
pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk menghasilkan produk jadi.
2.11.
Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan
bahan baku
sampai dengan dihasilkannya produk ruahan.
2.12.
Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket dan atau
kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan produk
jadi.
2.13.
Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan
dan dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi, termasuk pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam rangka
menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
2.14.
Pengawasan mutu (quality control)
adalah semua upaya pemeriksaan dan pengujian selama pembuatan untuk menjamin
agar obat tradisional yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
2.15. Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan
untuk menjamin kebersihan sarana pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang
ditangani.
2.16. Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang
formula, prosedur, perintah dan catatan tertulis lainnya yang berhubungan
dengan pembuatan obat tradisional.
2.17. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian
dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan yang
digunakan dalam pembuatan obat tradisional senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan.
2.18. Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menilai semua aspek, mulai dari pengadaan bahan sampai dengan pengemasan
dan penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh semua personal industri
obat tradisional sehingga seluruh aspek pembuatan obat tradisional dalam
industri obat tradisional tersebut selalu memenuhi CPOTB.
2.19. Bets adalah sejumlah produk obat tradisional
yang diproduksi dalam satu siklus pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang
seragam.
2.20. Lot adalah bagian tertentu dari suatu bets
yang memiliki sifat dan mutu yang seragam dalam batas yang telah ditetapkan.
2.21. Kalibrasi adalah kombinasi pemeriksaan dan
penyetelan suatu instrumen agar memenuhi syarat batas keakuratan menurut
standar yang diakui.
2.22. Karantina adalah status suatu bahan atau
produk yang dipisahkan baik secara fisik maupun secara sistem, sementara
menunggu keputusan pelulusan atau penolakan untuk diproses, dikemas atau
didistribusikan.
2.23. Nomor bets atau nomor lot adalah suatu
rancangan nomor dan atau huruf yang menjadi tanda riwayat suatu bets atau lot
secara lengkap, termasuk pemeriksaan mutu dan pendistribusiannya.
2.24. Diluluskan (released) adalah status bahan
atau produk yang boleh digunakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
2.25. Produk kembalian adalah produk yang
dikembalikan dari semua mata rantai distribusi ke pabrik.
2.26. Penarikan kembali (recall) adalah kegiatan
menarik kembali produk dari semua mata rantai distribusi apabila ditemukan
adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan penandaan atau
adanya efek yang merugikan kesehatan.
2.27. Keluhan adalah suatu pengaduan dari
pelanggan atau konsumen mengenai kualitas, kuantitas, khasiat dan keamanan.
3.
PERSONALIA
Personalia hendaklah
mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, dan kemampuan yang sesuai
dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka
hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan
kepadanya.
3.1.
Organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab.
3.1.1.
Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan
pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada
keterkaitan tanggung jawab satu sama lain.
3.1.2.
Kepala bagian produksi hendaklah memperoleh pelatihan
yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan obat tradisional. Mereka
hendaklah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam manajemen produksi yang
meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area
produksi dan pencatatan.
3.1.3.
Kepala bagian pengawasan mutu hendaklah memperoleh
pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Mereka
hendaklah diberi kewenangan penuh dan tanggung jawab dalam semua tugas
pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur
pengawasan mutu. Mereka mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan
awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi
spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang
dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan.
3.1.4.
Hendaklah dijabarkan kewenangan dan tanggung jawab personil-personil
lain yang ditunjuk untuk menjalankan pedoman CPOTB dengan baik.
3.1.5.
Hendaklah tersedia personil yang terlatih dalam jumlah
yang memadai, untuk melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi
dan unit pemeriksaan mutu
3.2.Pelatihan
3.2.1. Semua personil yang
langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan hendaklah dilatih dalam pelaksanaan
pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan yang Baik.
3.2.2.
Pelatihan CPOTB hendaklah dilakukan secara berkelanjutan.
3.2.3.
Catatan hasil pelatihan hendaklah dipelihara, dan
keefektifannya hendaklah dievaluasi secara periodik.
4. BANGUNAN
Bangunan
industri obat tradisional hendaklah menjamin aktifitas industri dapat
berlangsung dengan aman.
4.1.Bangunan
4.1.1.
Bangunan industri obat tradisional hendaklah berada di
lokasi yang terhindar dari pencemaran, dan tidak mencemari lingkungan.
4.1.2.
Bangunan industri obat tradisional hendaklah memenuhi
persyaratan higiene dan sanitasi.
4.1.3.
Bangunan untuk pembuatan obat tradisional hendaklah
memiliki rancangan, ukuran dan konstruksi yang memadai agar:
a.
Tahan terhadap pengaruh cuaca, serta dapat mencegah
masuknya rembesan dan masuk bersarangnya serangga, binatang pengerat, burung
atau binatang lainnya;
b.
Memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan
pemeliharan.
4.1.4. Bangunan
industri obat tradisional hendaklah memiliki ruangan-ruangan pembuatan yang
rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat dan jumlah produk yang
dibuat, jenis dan jumlah peralatan yang digunakan, jumlah karyawan yang bekerja
serta fungsi ruangan, seperti:
a. Ruangan atau tempat
administrasi;
b.
Ruangan atau tempat penyimpanan simplisa yang baru
diterima dari pemasok;
c. Tempat sortasi;
d. Tempat pencucian;
e.
Ruangan, tempat atau alat pengeringan;
f. Ruangan atau tempat
penyimpanan simplisia termasuk bahan baku
lainnya yang telah diluluskan;
g. Tempat penimbangan;
h. Ruangan pengolahan;
i.
Ruangan atau tempat penyimpanan produk antara dan produk
ruahan;
j.
Ruangan atau tempat penyimpanan bahan pengemas;
k. Ruangan atau tempat
pengemasan;
l.
Ruangan atau tempat penyimpanan produk jadi termasuk
karantina produk jadi;
m. Laboratorium
atau tempat pengujian mutu;
n. Jamban/toilet;
o.
Ruangan atau tempat lain yang dianggap perlu.
4.2.Ruangan
Dalam
menentukan rancang bangun dan penataan hendaklah dipertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
4.2.1. Penataan ruangan-ruangan pembuatan, termasuk
ruangan penyimpanan hendaklah sesuai dengan urutan proses pembuatan, sehingga
tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang siur dan tidak mengakibatkan
pencemaran silang terhadap produk yang dibuat.
4.2.2. Luas ruang
kerja disesuaikan dengan bentuk sediaan, cara dan kapasitas produksi, jenis dan
ukuran peralatan serta jumlah karyawan yang bekerja sehingga memungkinkan
penempatan peralatan dan bahan-bahan secara teratur, terlaksananya komunikasi
dan pengawasan yang efektif.
4.2.3. Penyekatan
ruang pembuatan disesuaikan dengan kegiatan pembuatan sehingga tidak terjadi
pencemaran silang.
4.2.4. Ruangan
pengolahan tidak boleh digunakan untuk lalu lintas umum dan tempat penyimpanan
bahan yang tidak dalam proses pengolahan.
4.2.5. Ruang
pengolahan produk tidak digunakan untuk kegiatan lain.
4.2.6. Bilamana
ada ruang pemeliharaan hewan percobaan hendaklah terpisah dari gedung
pembuatan.
4.2.7.
Mempunyai sarana pembuangan dan atau pengolahan limbah
yang memadai dan berfungsi dengan baik.
4.2.8.
Ventilasi udara serta pipa-pipa saluran dipasang
sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.
4.2.9.
Permukaan bagian dalam setiap ruangan (dinding, lantai
dan langit-langit) hendaklah rata, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka
serta mudah dibersihkan dan disanitasi.
4.2.10.
Ruangan
atau tempat penyimpanan:
a.
Ruangan atau tempat penyimpanan hendaklah cukup luas,
terang dan memungkinkan penyimpanan bahan dan produk jadi dalam keadaan kering,
bersih dan teratur;
b.
Ruangan atau tempat penyimpanan termasuk karantina produk
jadi dapat berupa ruangan, area atau lemari maupun rak;
c.
Hendaklah disediakan tempat penyimpanan terpisah bagi
bahan-bahan yang mudah terbakar dan berbahaya lainnya bila ada;
d.
Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia adalah tempat
penyimpanan simplisia termasuk bahan baku lainnya yang telah memenuhi
persyaratan yang ditentukan, dapat berupa ruangan atau tempat tertutup,
misalnya lemari;
e.
Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia yang baru
diterima dari pemasok sebagaimana dimaksud pada butir 4.1.4.b adalah tempat
penyimpanan simplisia yang belum memenuhi persyaratan, dapat berupa ruangan
atau tempat tertutup, misalnya lemari.
4.2.11.
Ruangan pengolahan dan pengemasan primer:
a.Dinding, lantai dan langit-langit ruangan pengolahan dan
pengemasan primer hendaklah rata, bebas dari keretakan dan mudah dibersihkan;
b.Sudut pertemuan antara lantai dan dinding, antara dinding dengan dinding
dalam ruang pengolahan hendaklah berbentuk sedemikian rupa agar mudah
dibersihkan;
c.Ruang pengolahan dan penyimpanan untuk sediaan yang harus diatur
kelembabannya seperti ruang pengisian kapsul, tablet bersalut, serbuk instan, serbuk
atau tablet buih (effervescent)
hendaklah dilengkapi dengan fasilitas pengendali kelembaban, misalnya dehumidifier atau Air Conditioner (AC);
d.Ruang penggilingan yang banyak menimbulkan debu hendaklah dilengkapi
dengan fasilitas pengendali debu misalnya dust
collector;
e.Jendela dan pintu diruang pengolahan hendaklah dibuat dari bahan yang
tahan lama, permukaannya rata dan mudah dibersihkan.
4.2.12.
Ruang atau tempat pengeringan hendaklah terlindung dari pencemaran
debu, serangga dan cemaran lain.
4.2.13.
Laboratorium atau tempat pengujian mutu:
a.
Laboratorium hendaklah dilengkapi dengan fasilitas yang
memadai sehingga dapat melakukan kegiatan pengujian mutu;
b.
Jika disamping laboratorium kimia fisika juga memiliki
laboratorium farmakologi dan atau laboratorium mikrobiologi maka
laboratorium-laboratorium tersebut hendaklah terpisah satu sama lain.
5. PERALATAN
Peralatan yang digunakan dalam
pembuatan produk hendaklah memiliki rancang bangun konstruksi yang tepat,
ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang
dirancang bagi tiap produk terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta
untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya.
5.1.Rancang Bangun dan
Konstruksi
5.1.1.Peralatan yang digunakan tidak menimbulkan serpihan
dan atau akibat yang merugikan terhadap produk.
5.1.2.Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur,
menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta
ditera menurut suatu program dan prosedur yang tepat.
5.1.3.Penyaring
yang mengandung asbes tidak boleh digunakan.
5.1.4.Bilamana ada ban mekanis terbuka atau kerekan /
katrol hendaklah dilengkapi dengan pengaman.
5.1.5.Bahan-bahan yang diperlukan untuk tujuan khusus,
seperti bahan pelumas, bahan penyerap kelembaban, air kondensor dan sejenisnya
tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah.
5.1.6.Peralatan yang digunakan untuk proses pengemasan
hendaklah sesuai dengan sediaan yang dibuat.
5.2.Pemasangan dan Penempatan
5.2.1. Peralatan hendaklah
ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan pencemaran silang dan
untuk memberikan keleluasaan kerja, serta mudah dibersihkan.
5.2.2. Bilamana
ada saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara hendaklah dipasang
sedemikian rupa sehingga mudah ditangani selama kegiatan berlangsung. Saluran
ini hendaklah diberi tanda yang jelas agar mudah dikenal.
5.2.3. Bilamana
ada tangki, pipa uap atau pipa pendingin hendaklah diberi isolasi yang baik
untuk mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran dan memperkecil kehilangan
energi.
5.2.4. Bilamana
ada pipa yang menggunakan uap bertekanan hendaklah dilengkapi dengan perangkap
uap dan saluran pembuangan yang berfungsi dengan baik.
5.3. Jenis Peralatan.
Sarana
pengolahan produk hendaklah dilengkapi dengan peralatan sesuai dengan proses
pembuatan dan bentuk sediaan yang akan dibuat, seperti:
5.3.1.
Alat atau mesin yang memadai yang diperlukan untuk
pencucian dan penyortiran.
5.3.2.
Alat atau mesin pengering yang dapat mengeringkan
simplisia, produk antara atau produk ruahan sehingga kadar airnya sesuai yang
dipersyaratkan.
5.3.3.
Alat atau mesin pembuat serbuk yang dapat merubah
simplisia menjadi serbuk dengan derajat kehalusan yang dikehendaki.
5.3.4.
Alat atau mesin pengaduk yang dapat mencampur simplisia
atau produk antara menjadi campuran yang homogen.
5.3.5.
Alat atau mesin pengayak yang dapat mengayak serbuk
dengan derajat kehalusan yang dikehendaki.
5.3.6.
Alat penimbang atau pengukur yang memenuhi ketentuan
5.1.2.
5.3.7.
Peralatan pengolahan bentuk rajangan, seperti alat atau
mesin perajang yang dapat merubah simplisia menjadi rajangan dengan ukuran yang
dikehendaki.
5.3.8.
Peralatan bentuk sediaan serbuk, seperti alat atau mesin
pengisi/penakar serbuk yang dapat menjamin keseragaman bobot serbuk. Perbedaan
atau selisih bobot serbuk tiap wadah yang dihasilkan terhadap bobot rata-rata
10 isi wadah tidak lebih dari 8%.
5.3.9. Peralatan
pengolahan bentuk sediaan pil seperti :
a.
Alat atau mesin pembuat masa/adonan pil yang homogen dan
higienis;
b.
Alat atau mesin pembuat pil yang bulat dengan bobot
seragam;
c.
Alat
atau mesin penyalut pil;
d.
Alat
atau mesin pengering;
e.
Alat atau mesin pengemas primer.
5.3.10.
Peralatan pengolahan bentuk sediaan cair, seperti:
a.
Alat ekstraksi atau alat pengolah bahan atau campuran bahan menjadi sediaan cair;
b. Alat atau mesin pengaduk campuran bahan menjadi
sediaan cair yang homogen;
c. Alat atau mesin
penyaring untuk mendapatkan cairan tanpa partikel atau endapan;
d. Alat atau mesin
pengisi cairan untuk menghasilkan volume sediaan cair yang seragam tiap kemasan
yang dikehendaki. Perbedaan atau selisih volume cairan tiap wadah terhadap
volume rata-rata 10 isi wadah tidak lebih dari 5%;
e. Alat pembuatan
sediaan cairan obat dalam hendaklah terpisah dengan alat pembuatan sediaan
cairan obat luar.
5.3.11.
Peralatan pengolahan bentuk sediaan padat, bentuk parem,
pilis dan sejenisnya, seperti:
a. Alat atau mesin pembuat masa/adonan sediaan yang
homogen dan higienis;
b. Alat pencetak
atau pemotong sediaan menjadi bentuk sediaan padat yang seragam;
c. Alat atau mesin pengering sediaan padat;
d. Alat atau mesin pengemas primer.
5.3.12
Peralatan pengolahan bentuk sediaan tablet/kaplet,
seperti :
a. Alat ekstraksi bahan sampai mendapatkan ekstrak yang
memenuhi syarat yang ditetapkan ;
b. Alat atau mesin
pencampur yang dapat menghasilkan campuran yang homogen ;
c.
Alat atau mesin granulasi bahan untuk sediaan tablet;
d.
Alat atau mesin pengering granul;
e. Mesin pencetak tablet yang dapat menghasilkan tablet
atau kaplet yang seragam bentuk dan bobotnya;
f. Alat atau mesin pengemas primer.
5.3.13.Peralatan
pengolahan bentuk sediaan kapsul, seperti :
a. Alat ekstraksi bahan sampai mendapatkan ekstrak yang
memenuhi syarat yang ditetapkan;
b. Alat atau mesin
pencampur yang dapat menghasilkan campuran yang homogen;
c. Alat atau mesin granulasi bahan untuk sediaan kapsul,
bila diperlukan;
d. Alat atau mesin
pengering granul, bila diperlukan;
e. Alat atau mesin pengisi kapsul yang dapat mengisikan
campuran bahan ke dalam kapsul dengan bobot yang seragam.
f. Alat atau mesin pengemas primer.
5.3.14.
Peralatan pengolahan bentuk sediaan setengah padat
(dodol), seperti:
a.
Alat pembuat adonan dodol atau sediaan setengah padat
yang homogen dan higienis;
b.
Alat pencetak atau pemotong yang dapat menghasilkan
sediaan setengah padat yang seragam secara higienis;
c.
Alat atau mesin pengemas primer.
5.3.15.
Peralatan pengolahan sediaan salep atau krim, seperti:
a.
Alat atau mesin pencampur bahan atau campuran bahan
menjadi sediaan salep atau krim yang homogen;
b. Alat
atau mesin pengisi salep atau krim yang menjamin keseragaman bobot sediaan tiap
wadah secara higienis. Perbedaan atau selisih bobot salep/krim tiap wadah
terhadap bobot rata-rata 10 isi wadah tidak lebih dari 5 %.
5.4. Peralatan
Laboratorium
5.4.1. Peralatan
serta instrumen laboratorium pengujian hendaklah sesuai untuk menguji tiap
bentuk sediaan produk yang dibuat.
5.4.2. Dalam
laboratorium hendaklah tersedia sekurang-kurangnya :
a. Timbangan gram dan
milligram;
b. Mikroskop dan
perlengkapannya;
c.
Alat-alat gelas sesuai keperluan;
d. Lampu spiritus;
e.
Disamping peralatan tersebut, perlu dilengkapi :
1.
Zat atau bahan kimia dan larutan pereaksi sesuai
kebutuhan
2.
Buku-buku persyaratan antara lain :
i. Materia Medika Indonesia
ii. Farmakope Indonesia
iii. Ekstra Farmakope Indonesia dan
buku-buku resmi lainnya.
5.4.3. Bila
memiliki laboratorium mikrobiologi hendaklah sekurang-kurangnya memiliki
otoklav, oven, lemari pendingin, Laminar
Air Flow (LAF), inkubator, peralatan gelas
dan media yang diperlukan.
5.4.4. Hendaklah
tersedia prosedur kerja standar untuk setiap instrumen atau peralatan, dan
diletakkan di dekat instrumen atau peralatan yang bersangkutan.
5.4.5. Untuk
menjamin ketepatan dan ketelitian pengukuran instrumen yang digunakan hendaklah
dikalibrasi secara berkala sesuai jadwal yang ditetapkan.
5.4.6. Tanggal
pelaksanaan kalibrasi untuk masing-masing instrumen dan jadwal kalibrasi berikutnya
hendaklah tertera pada masing-masing instrumen atau dengan cara lain yang
sesuai.
5.4.7. Bagi
instrumen yang memerlukan persyaratan, penanganan, atau perawatan khusus hendaklah
disediakan ruangan tersendiri.
5.4.8. Dalam
laboratorium hendaklah tersedia pancuran air pengaman dan pencuci anggota badan
dekat tempat kerja.
6. SANITASI DAN HIGIENE
Dalam
pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan higiene yang meliputi bangunan, peralatan dan
perlengkapan, personalia, bahan dan wadah serta faktor lain sebagai sumber
pencemaran produk.
6.1. Personalia
6.1.1. Karyawan hendaklah
menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum diterima menjadi karyawan maupun
selama menjadi karyawan yang dilakukan secara berkala.
6.1.2. Karyawan
hendaklah menerapkan higiene perorangan dengan baik. Mereka hendaklah dilatih
mengenai penerapan higiene perorangan.
6.1.3. Karyawan
yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat menurunkan
kualitas produk, dilarang menangani bahan baku, bahan yang sedang dalam proses,
bahan pengemas dan produk jadi, sampai dia sembuh kembali.
6.1.4. Karyawan
hendaklah mencuci tangan dengan sabun atau detergent lain sebelum memasuki
ruang pembuatan. Untuk
tujuan itu perlu dipasang tanda peringatan.
0 comments:
Posting Komentar