BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
KEPUTUSAN
KEPALA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: HK.00.05.4.3870
TENTANG
PEDOMAN
CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK
KEPALA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
Menimbang : a. bahwa
kosmetik merupakan suatu produk yang pada saat ini sudah sangat dibutuhkan oleh
masyarakat;
b.
bahwa
untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat
merugikan kesehatan, maka perlu dicegah beredarnya kosmetik yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan;
c.
bahwa
agar produksi kosmetik dalam negeri dapat tetap memiliki daya saing di tingkat
internasional khususnya AFTA, maka perlu adanya peningkatan mutu, keamanan dan
kemanfaatan kosmetik produksi dalam negeri;
d.
bahwa
langkah utama untuk menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan kosmetik bagi
pemakainya adalah penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik pada seluruh
aspek dan rangkaian kegiatan produksi;
e.
bahwa
sehubungan dengan hal tersebut dipandang perlu menetapkan Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.
Mengingat : 1. Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495) ;
2.
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3821) ;
3.
Keputusan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Kewenangan dan Susunan
Organisasi Lebaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun
2002 ;
4.
Keputusan
Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 48 Tahun 2002 ;
5.
Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan;
6.
Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan Nomor HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang
Kosmetik.
Memperhatikan:1. Surat Keputusan
Bersama Menteri Kesehatan RI dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor
264A/MENKES/SKB/VII/2003 dan Nomor 02/SKB/MPAN/7/2003 tentang Tugas, Fungsi dan
Kewenangan di Bidang Pengawasan Obat dan Makanan;
2. “Agreement
of Asean Harmonized of Cosmetic Regulations” di lingkungan negara-negara Asean.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pertama
|
:
|
Mengesahkan dan memberlakukan
Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik, sebagaimana tercantum dalam lampiran Surat Keputusan ini.
|
Kedua
|
:
|
Setiap produsen kosmetik
dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatannya, berpedoman pada Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik.
|
Ketiga
|
:
|
Produsen kosmetik yang telah
menerapkan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik, akan diberikan sertifikat
sesuai dengan bentuk sediaan yang dibuat.
|
Keempat
|
:
|
Sertifikat sebagaimana dimasud
dalam amar ketiga dari Surat Keputusan ini dapat dibatalkan, apabila dalam
penerapan selanjutnya ditemukan ketidaksesuaian dengan Pedoman Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik.
|
Kelima
|
:
|
Keputusan ini berlaku sejak
tanggal ditetapkan, dengan ketentuan akan ditinjau kembali dan dilakukan
perbaikan apabila diketahui terdapat kekeliruan dikemudian hari.
|
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 20 Oktober 2003
BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
KEPALA
ttd
H.
SAMPURNO
Lampiran Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan
Nomor: HK.00.05.4.3870
PEDOMAN
CARA PEMUATAN KOSMETIK YANG BAIK
I
. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat
menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan.
Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus
memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat
menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram.
Penerapan CPKB
merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan
keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi
pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi
produk kosmetik Indonesia
untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam
negeri maupu internasional.
Dalam pembuatan kosmetik,
pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin
agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu,
bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan
seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu.
2.
Tujuan
2.1. Umum :
2.1.1.
Melindungi masyarakat terhadap
hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan
standar mutu dan keamanan.
2.1.2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas.
2.2. Khusus :
2.2.1.Dipahaminya
penerapan CPKB oleh para pelaku usaha industri kosmetik sehingga bermanfaat
bagi perkembangan industri kosmetik.
2.2.2.Diterapkannya
CPKB secara konsisten oleh industri kosmetik.
3. Sistem
Manajemen Mutu
3.1.
Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang
ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Hendaknya dijabarkan
struktur organisasi, tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur-prosedur, instruksi-instruksi,
proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu.
3.2.
Sistem mutu harus dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan,
sifat dasar produk-produknya, dan hendaknya diperhatikan elemen-elemen penting
yang ditetapkan dalam pedoman ini.
3.3. Pelaksanaan sistem mutu harus menjamin
bahwa apabila diperlukan, dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk
antara dan produk jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk menentukan
diluluskan atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataan-kenyataan
yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu.
II.
KETENTUAN UMUM.
1. Audit Internal: Adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek,
mulai pengadaan bahan sampai pengemasan dan penetapan tindakan perbaikan yang
dilakukan sehingga seluruh aspek produksi tersebut selalu memenuhi Cara
Pembuatan Kosmetik yang Baik.
2. Bahan
Awal: Bahan baku
dan bahan pengemas yang digunakan dalam pembuatan
suatu produk.
3. Bahan Baku: Semua bahan utama
dan bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan produk kosmetik.
4. Bahan
Pengemas: Suatu bahan yang digunakan dalam pengemasan produk ruahan untuk
menjadi produk jadi.
5. Bahan Pengawet: Bahan yang ditambahkan pada produk dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan
jasad renik.
6. Bets: Sejumlah produk kosmetik yang
diproduksi dalam sutu siklus pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang
seragam.
7. Dokumentasi: Seluruh prosedur tertulis, instruksi, dan catatan yang
terkait dalam pembuatan dan pemeriksaan mutu produk.
8. Kalibrasi: Kombinasi pemeriksaan dan
penyetelan suatu instrument untuk menjadikannya memenuhi syarat batas
keakuratan menurut standar yang diakui.
9. Karantina:
Status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara fisik maupun
secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau penolakan untuk
diproses, dikemas atau didistribusikan.
10. Nomor Bets: Suatu rancangan nomor dan atau huruf atau kombinasi
keduanya yang menjadi tanda riwayat suatu bets secara lengkap, termasuk
pemeriksaan mutu dan pendistribusiannya.
11. Pelulusan
(released): Status bahan atau produk yang boleh digunakan untuk diproses, dikemas
atau didistribusikan.
12. Pembuatan: Satu rangkaian kegiatan untuk membuat produk, meliputi
kegiatan pengadaan bahan awal, pengolahan dan pengawasan mutu serta pelulusan
produk jadi.
13. Pengawasan Dalam Proses: Pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan
dan dilakukan dalam suatu rangkaian pembuatan produk termasuk pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin
bahwa produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
14. Pengawasan Mutu (Quality Control): Semua upaya yang diambil selama
pembuatan untuk menjamin kesesuaian produk yang dihasilkan terhadap spesifikasi
yang ditetapkan.
15. Pengemasan: Adalah bagian dari
siklus produksi yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menjadi produk jadi
.
16. Pengolahan: Bagian dari siklus produksi dimulai dari penimbangan
bahan baku
sampai dengan menjadi produk ruahan.
17. Penolakan
(rejected): Status bahan atau produk yang tidak boleh digunakan untuk diolah,
dikemas atau didistribusikan .
18. Produk (kosmetik): Suatu bahan atau sediaan
yang dimaksud untuk digunakan pada berbagai bagian dari badan (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ genital eksternal) atau gigi dan selaput lendir
di rongga mulut dengan maksud untuk membersihkannya, membuat wangi atau
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, mengubah penampakan atau
memperbaiki bau badan.
19. Produksi:
Semua kegiatan dimulai dari pengolahan sampai dengan pengemasan untuk menjadi
produk jadi.
20. Produk
Antara: Suatu bahan atau campuran
bahan yang telah melalui satu atau lebih tahap pengolahan namun masih
membutuhkan tahap selanjutnya.
21. Produk
Jadi: Suatu produk yang telah melalui semua tahap proses pembuatan.
22. Produk Kembalian (returned): Produk jadi yang dikirim kembali
kepada produsen.
23. Produk Ruahan: Suatu produk yang sudah melalui proses pengolahan
dan sedang menanti pelaksanaan pengemasan untuk menjadi produk jadi.
24. Sanitasi:
Kontrol kebersihan terhadap sarana pembuatan, personil, peralatan
dan bahan yang ditangani.
25. Spesifikasi Bahan: Deskripsi bahan atau produk yang meliputi sifat fisik,
kimiawi dan biologik, yang menggambarkan standar dan penyimpangan yang
ditoleransi.
26. Tanggal
Pembuatan: Adalah tanggal pembuatan suatu bets produk tertentu
III.
PERSONALIA
Personalia harus
mempunyai pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan
tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka harus dalam
keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya.
1.
Organisasi, kualifikasi dan Tanggung jawab
1.1. Dalam struktur
organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin
oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggung jawab satu sama
lain.
1.2. Kepala bagian
produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam
pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam
manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan,
personalia produksi, area produksi dan pencatatan.
1.3. Kepala bagian
pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam
bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggung jawab
dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan
semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan
atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya
apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai perosedur dan
kondisi yang telah ditetapkan.
1.4. Hendaknya dijabarkan
kewenangan dan tanggung jawab personil-personil lain yang ditunjuk untuk menjalankan
Pedoman CPKB dengan baik.
1.5. Hendaknya tersedia
personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk melaksanakan supervisi
langsung di setiap bagian produksi dan unit permeriksaan mutu.
2.
Pelatihan
2.1. Semua personil yang
langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus dilatih dalam pelaksanaan
pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan yang Baik. Perhatian
khusus harus diberikan untuk melatih personil yang bekerja dengan material
berbahaya.
2.2.Pelatihan CPKB harus
dilakukan secara berkelanjutan.
2.3. Catatan hasil
pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi secara periodik.
IV.
BANGUNAN DAN
FASILITAS
Bangunan dan
fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara
sesuai kaidah.
1.
Upaya
yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar
dan hama .
2.
Produk
kosmetik dan produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan
yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara
bergilir asalkan dilakukan usaha pembersihan dan perawatan untuk menjamin agar
tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur.
3.
Garis
pembatas, tirai plastik, penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.
4.
Hendaknya
disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari
area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi.
5.
Apabila
memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain :
·
Penerimaan material;
·
Pengambilan contoh material;
·
Penyimpanan barang
datang dan karantina;
·
Gudang bahan awal;
·
Penimbangan dan
penyerahan;
·
Pengolahan;
·
Penyimpanan produk
ruahan;
·
Pengemasan;
·
Karantina sebelum
produk dinyatakan lulus;
·
Gudang produk jadi;
·
Tempat bongkar muat;
·
Laboraorium;
·
Tempat pencucian
peralatan.
6.
Permukaan
dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan
dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah
dibersihkan dan disanitasi.
7.
Saluran
pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan
bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari,
tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi.
8.
Lubang
untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya
dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap
produk.
9.
Bangunan
hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai
untuk kegiatan dalam bangunan.
10.Pipa, fitting
lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang
sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan
sebaiknya dipasang di luar area pengolahan.
11.Laboratorium
hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.
12.Area gudang hendaknya
mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi
perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk
dalam keadaan kering, bersih dan rapi.
12.1.
Area
gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan
produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk
penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang
sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian.
12.2.
Apabila
diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus di mana suhu dan kelembabannya
dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya.
12.3.
Penyimpanan
bahan pengemas/barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga
masing-masing label yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan
terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur.
V.
PERALATAN
Peralatan harus didisain dan
ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat.
1.
Rancang Bangun
1.1. Permukaan peralatan
yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh bereaksi atau menyerap
bahan.
1.2. Peralatan tidak
boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk misalnya melalui
tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak
salah/tidak tepat.
1.3. Peralatan harus
mudah dibersihkan.
1.4. Peralatan yang
digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus kedap terhadap
ledakan.
2.
Pemasangan dan
Penempatan
2.1. Peralatan/mesin
harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan kemacetan aliran
proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk menjamin tidak
terjadi campur baur antar produk.
2.2. Saluran air, uap,
udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian rupa sehingga
mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran air ini hendaknya diberi
label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali.
2.3. Sistem-sistem
penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara, air (air
minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus
berfungsi dengan baik sesuai dengan
tujuannya dan dapat diidentifikasi.
3.
Pemeliharaan
3.1. Peralatan untuk
menimbang, mengukur, menguji, dan mencatat harus dipelihara dan dikalibrasi
secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan.
3.2. Petunjuk cara pembersihan
peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang
mudah dilihat dengan jelas.
VI.
SANITASI DAN HIGIENE
Sanitasi dan higiene
hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk
yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan higiene hendaknya mencakup personalia,
bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal.
1.
Personalia
1.1.
Personalia
harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk semua personil
bagian produksi yang terkait dengan proses pembuatan.
1.2.
Semua
personil harus melaksanakan higiene perorangan.
1.3.
Setiap
personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita luka terbuka
atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan menangani bahan baku , bahan pengemas, bahan
dalam proses, dan produk jadi.
1.4.
Setiap
personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana, peralatan atau
personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk, kepada penyelia.
1.5.
Hindari
bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk mencegah
terjadinya kontaminasi. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala
serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya.
1.6.
Merokok,
makan, minum, menguyah dan menyimpan makanan, minuman, rokok atau barang lain
yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh di daerah tertentu dan dilarang
di area produksi, laboratorium, gudang atau area lain yang mungkin dapat
merugikan mutu produk.
1.7.
Semua
personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan higiene
perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai.
2.
Bangunan
2.1.
Hendaklah
tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang terpisah dari area
produksi.
2.2.
Hendaklah
tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti pakaian dan menyimpan
pakaian serta barang-barang lain milik karyawan.
2.3.
Sampah
di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk selanjutnya
dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area produksi.
2.4.
Bahan
sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh mengkontaminasi
peralatan, bahan baku/pengemas, bahan yang masih dalam proses dan produk jadi.
3. Peralatan
Dan Perlengkapan
3.1.
Peralatan/perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih.
3.2.
Pembersihan dengan cara basah
atau vakum lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan
hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran
produk.
3.3.
Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya diikuti
dengan konsisten.
VII.
PRODUKSI
1. Bahan
Awal
1.1. Air
1.1.1. Air harus
mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk
memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang
berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap.
1.1.2. Air yang
digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air
meliputi parameter kimiawi dan mikrobiologi harus dipantau secara berkala,
sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti
dengan tindakan koreksi.
1.1.3. Pemilihan metoda pengolahan air seperti
deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem
penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik.
1.1.4. Perpipaan
hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko
terjadinya pencemaran.
1.2.
Verifikasi Material ( Bahan)
1.2.1. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi
mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat
ditelusuri sampai dengan produk jadinya.
1.2.2. Contoh bahan
awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap
spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan.
1.2.3. Bahan awal
harus diberi label yang jelas.
1.2.4. Semua bahan harus
bersih
dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan
terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.
1.3. Pencatatan
Bahan
1.3.1. Semua bahan hendaklah
memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang
tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok,
nomor bets, dan jumlah.
1.3.2. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa
secara teliti kebenaran identitasnya.
1.4. Material
Ditolak (Reject)
1.4.1. Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai,
dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.
1.5. Sistem Pemberian
Nomor Bets
1.5.1. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir
hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan
penelusuran kembali riwayat produk.
1.5.2. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk
produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan.
1.5.3. Bila
memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan bungkus luar.
1.5.4. Catatan pemberian nomor
bets hendaknya dipelihara.
1.6. Penimbangan dan
Pengukuran
1.6.1. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat
tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi.
1.6.2. Semua
pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan
ulang oleh petugas yang berbeda.
1.7. Prosedur dan
Pengolahan
1.7.1. Semua bahan
awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
1.7.2. Semua prosedur
pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap
tertulis.
1.7.3. Semua
pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan dicatat.
1.7.4. Produk ruahan
harus diberi
penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian
Pengawasan Mutu.
1.7.5. Perhatian khusus hendaknya
diberikan kepada
kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi.
1.7.6. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan
pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan,
waktu dan kelembaban.
1.7.7. Hasil akhir
proses produksi harus dicatat.
1.8. Produk Kering
1.8.1. Penanganan
bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan bila perlu dilengkapi
dengan sistem pengendalian debu, atau sistem hampa udara sentral atau cara lain
yang sesuai.
1.9. Produk Basah
1.9.1. Cairan, krim, dan lotion
harus diproduksi
sedemikian rupa untuk mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi
lainnya.
1.9.2. Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat
dianjurkan.
1.9.3. Bila digunakan
sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk
ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah dibersihkan.
1.10. Produ Aerosol
1.10.1.Pembuatan
aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari bentuk sediaan
ini.
1.10.2.Pembuatan
harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin terhindarnya ledakan atau
kebakaran.
1.11. Pelabelan dan Pengemasan
1.11.1. Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan
harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan
pengemasan sebelumnya harus dipindahkan.
1.11.2. Selama proses pelabelan
dan pengemasan berlangsung, harus diambil contoh
secara acak dan diperiksa.
1.11.3. Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas
untuk mencegah campur baur.
1.11.4. Sisa label dan bahan
pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatatat.
Bahan pengemas yang ditolak harus dicatatat dan diproses lebih lanjut sesuai
dengan Prosedur Tetap.
1.12. Produk Jadi,
Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi
1.12.1. Semua produk jadi
harus dikarantina terlebih dahulu.
Setelah dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang
produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan.
VIII.PENGAWASAN
MUTU
1.
Pendahuluan
Pengawasan mutu merupakan
bagian penting dari CPKB, karena memberi jaminan konsistensi mutu produk kosmetik
yang dihasilkan.
1.1.
Hendaknya
diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjamin bahwa produk dibuat dari bahan
yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta kondisi pembuatan yang tepat
sesuai Prosedur Tetap.
1.2. Pengawasan mutu
meliputi :
1.2.1.
Pengambilan
contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan awal, produk dalam
proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang
ditetapkan.
1.2.2.
Program
pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets, program pemantauan
contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di peredaran, penelitian stabilitas
dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan produk jadi agar senantiasa memenuhi
standar yang ditetapkan.
1.3.
Pengambilan
contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan diberi kewenangan untuk
tugas tersebut, guna menjamin contoh yang diambil senantiasa sesuai dengan
identitas dan kualitas bets yang diterima.
2.
Pengolahan ulang
2.1. Metoda pengolahan
ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin agar pengolahan ulang
tidak mempengaruhi mutu produk.
2.2. Pengujian tambahan
hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil pengolahan ulang.
3.
Produk Kembalian
3.1. Produk kembalian
hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat yang dialokasikan
untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindah-pindah misalnya pembatas
dari bahan pita, rantai atau tali.
3.2. Semua produk
kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu, di samping evaluasi fisik
sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali.
3.3. Produk kembalian
yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah ditolak.
3.4. Produk yang ditolak
hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap.
3.5. Catatan produk
kembalian hendaklah dipelihara.
IX.
DOKUMENTASI
1.
Pendahuluan
Sistem dokumentasi
hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal sampai produk
jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang dilakukan, meliputi
pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal
spesifik lain yang terkait dengan CPKB.
1.1. Hendaknya ada sistem
untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah tidak berlaku.
1.2. Bila terjadi atau
ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen, hendaknya dilakukan pembetulan
sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap terdokumentasi.
1.3. Bila dokumen merupakan
instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah dalam bentuk kalimat
perintah.
1.4. Dokumen hendaklah
diberi tanggal dan disahkan.
1.5. Salinan dokumen
hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan pendistribusiannya
dicatat.
1.6. Semua dokumen
hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen yang sudah tidak
berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan.
2.
Spesifikasi
Semua spesifikasi
harus disetujui dan disahkan oleh personil yang berwenang.
2.1. Spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas
meliputi :
a. Nama bahan.
b. Uraian (deskripsi)
dari bahan.
c.
Parameter
uji dan batas penerimaan (acceptance limits)
d. Gambar teknis, bila
diperlukan.
e.
Perhatian
khusus, misalnya kondisi penyimpanan dan keamanan, bila perlu.
2.2.Spesifikasi
Produk Ruahan dan Produk Jadi meliputi :
a.
Nama
Produk.
b.
Uraian.
c.
Sifat-sifat
fisik.
d.
Pengujian
kimia dan atau mikrobiologi serta batas penerimaannya, bila perlu.
e.
Kondisi
penyimpanan dan peringatan keamanan, bila perlu.
3. Dokumen Produksi
3.1.
Dokumen Induk
Dokumen Induk harus
tersedia setiap diperlukan. Dokumen ini berisi informasi :
a.
Nama
produk dan kode/nomor produk.
b.
Bahan
pengemas yang diperlukan dan kondisi penyimpanannya.
c.
Daftar
bahan baku yang
digunakan.
d.
Daftar
peralatan yang digunakan.
e.
Pengawasan
selama pengolahan dengan batasan-batasan dalam pengolahan dan pengemasan, bila
perlu.
3.2.
Catatan Pembuatan Bets
a.
Catatan
pembuatan bets hendaklah disiapkan untuk setiap bets produk.
b. Dokumen ini berisi
informasi mengenai :
• Nama
produk
•
Formula per bets
•
Proses pembuatan secara ringkas.
•
Nomor bets atau kode produksi.
• Tanggal mulai dan
selesainya pengolahan dan pengemasan.
• Identitas
peralatan utama, lini atau lokasi yang digunakan.
• Catatan
pembersihan peralatan yang digunakan untuk pemrosesan.
•
Pengawasan selama pengolahan dan hasil uji
laboratorium, seperti misalnya catatan pH dan suhu saat diuji.
•
Catatan inspeksi pada lini pengemasan.
• Pengambilan contoh
yang dilakukan setiap tahap proses pembuatan.
• Setiap investigasi
terhadap kegagalan tertentu atau ketidaksesuaian.
• Hasil pemeriksaan
terhadap produk yang sudah dikemas dan diberi label.
3.3.
Catatan Pengawasan Mutu
3.3.1. Catatan setiap pengujian, hasil uji dan pelulusan atau
penolakan bahan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus disimpan.
Catatan yang dimaksud meliputi :
·
Tanggal
pengujian.
·
Identifikasi
bahan.
·
Nama
pemasok.
·
Tanggal
penerimaan.
·
Nomor
bets asli dari bahan baku
bila ada.
·
Nomor
bets produk yang sedang dibuat.
·
Nomor
pemeriksaan mutu.
·
Jumlah
yang diterima.
·
Tanggal
sampling.
·
Hasil
pemeriksaan mutu.
X.
AUDIT INTERNAL
Audit Internal
terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek
produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu.
Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau
tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk keperluan ini. Pelaksanaan
Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila
perlu. Laporan harus dibuat, pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal
dan didokumentasikan dengan baik.
XI.
PENYIMPANAN
1.
Area Penyimpanan
1.1. Area penyimpanan
hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan
maupun produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi,
produk yang di karantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau
ditarik dari peredaran.
1.2.
Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin kondisi
penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik. Bila
diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya
disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya.
1.3. Tempat
penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi material dan produk
dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya dirancang dan diberi peralatan
untuk memungkinkan barang yang datang dapat dibersihkan apabila diperlukan
sebelum disimpan.
1.4. Area
penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas.
0 comments:
Posting Komentar