PRE EKLAMSIA (KERACUNAN KEHAMILAN)
Konsep Pre-Eklamsi
1 Pengertian Pre-eklamsia
Preeklamsia
dan eklamsia merupakan kumpulan kumpulan gejala yang timbul pada ibu
hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias :
proteinuri, hipertensi,dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi
sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda
kelainan-kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya ( Mochtar, 2007).
Preeklamsi
adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya
misalnya pada mola hidatidosa Prawirohardjo 2005 yang dikutip oleh
Rukiyah (2010).
2 Etiologi
Menurut
Mochtar (2007), Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya.oleh karena itu disebut ”Penyakit teori”, namun
belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang
dipakai sebagai penyebab preeklamsia adalah teori ”iskemia plasenta”.
Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang bertalian dengan
penyakit ini.
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan : (a) Mengapa
frekuensi menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion,dan molahidatidosa; (b) Mengapa frekuensi bertambah seiring
dengan tuanya kehamilan ,umumnya pada triwulan ke III; (c)Mengapa
terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam
kandungan; (d) mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan
berikutnya; dan (e) Penyebab timbulnya hipertensi,proteinuria,edema dan
konvulsi sampai koma. Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan
hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan
pre-eklamsia dan eklamsia.
Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah :
a) Peran prostasiklin dan trombiksan
Pada
preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular,
sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti
trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
b) Peran faktor imunologis
Menurut
Rukiyah (2010), Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan
tidak timbu lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat ditererangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap
antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada
penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam
serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen
pada PE-E diikuti proteinuria.
c) Faktor genetik
Beberapa
bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain :
(1) preeklamsia hanya terjadi pada manusia; (2) terdapatnya
kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang
menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka; (4)
peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS).
Yang
jelas preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu
hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil
ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan
kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.
Beberapa
penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang
terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut antara
lain,gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim. Faktor
resiko terjadinya preeklamsia, preeklamsia umumnya terjadi pada
kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada
wanita diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat
tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami
preeklamsia sebelumnya, riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara
perempuan, kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat
kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis.
3 Patofisiologi
Menurut
Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai
dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat
arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian
sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi
jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah
akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya,
mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh
spasme arteriola sehingga terjadi perubahan glomerolus.
4 Klasifikasi
Menurut Mochtar (2007), Dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1) Pre-eklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut
a) Tekanan
darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang: atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua
kali pemeriksaan dengan jarak 1 jam,sebaiknya 6 jam.
b) Edema umum, kaki jari tangan, dan muka, atau kenaikan berat badan ≥ 1 kg per minggu.
c) Proteinuria kwantitatif ≥ 0,3 gr per liter,kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream.
2) Pre-eklamsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria ≥ 5gr per liter.
c) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
e) Terdapat edema paru dan sianosis.
5 Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut Mochtar (2007) pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan pada organ-organ, antara lain :
1) Otak
Pada
pre-eklamsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batas
normal. Pada eklamsia, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi
pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat
menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan
lanjut dapat terjadi perdarahan.
2) Plasenta dan rahim
Aliran
darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi
gawat janin. Pada pre-eklamsia dan eklamsiasering terjadi peningkatan
tonus rahim dan kepekaanya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus
prematus.
3) Ginjal
Filtrasi
glomerolus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun, sebagai
akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerolus dapat
turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi
oliguria dan anuria.
4) Paru-paru
Kematian
ibu pada pre-eklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru
yang menimbulkan decompensasi cordis. Bisa pula karena terjadinja
aspirasi pnemonia,atau abses paru.
5) Mata
Dapat
dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat
hal-hal tersebut, maka harus di curigai terjadinya pre eklamsia berat.
Pada eklamsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan odema
intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan. Gejala lain yang dapat menunjukkan tanda pre-eklamsia berat
adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan
adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks
serebri,atau di dalam retina.
6) Keseimbangan air dan elektrolit
Pada
pre-eklamsia ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata pada
metabolisme air, elektrolit, kristaloit, dan protein serum. Jadi, tidak
terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah, kadar natrium
bikarbonat dan pH darah berada berada pada batas normal. Pada
pre-eklamsia berat dan eklamsia, kadar gula darah naik sementara, asam
laktat dan asam organik lainya naik,sehingga cadangan alkali akan turun.
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi
selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu
bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan
demikian cadangan alkalidapat kembali pulih normal.
Oleh
beberapa penulis/ahli kadar asam urat dalam darah dipakai untuk
menentukan arah preeklamsia menjadi baik atau tidak setelah penanganan.
6 Frekuensi
Ada
yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh kehamilan, dan
12% pada kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis lain frekuensi
dilaporkan sekitar 3-10%.
Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia muda.
Faktor-faktor
predisposisi untuk terjadinya preeklamsia adalah molahidatidosa,
diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur
yang lebih dari 35 tahun (Mochtar, 2007).
7 Diagnosis
Menurut Mochtar (2007), Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1) Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria.
Gejala
subjektif : sakit kepala didaerah frontal,nyeri epigastrium; gangguan
visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah. Gangguan
serebral lainya : Oyong, reflek meningkat, dan tidak tenang.
2) Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium.
.8 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklamsia adalah :
1) Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinya.
2) Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3) Pemulihan sempurna kesehatan ibu
Pada
kasus preeklasmia tertentu, terutama pada wanita menjelang atau sudah
aterm, tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi oleh induksi persalinan.
Dengan demikian, informasi terpenting yang perlu dimiliki oleh ahli
obstetri agar penanganan kehamilan berhasil dan terutama kehamilan
dengan penyulit hipertensi, adalah kepastian usia janin (Cuningham
dkk,2005).
Penanganan
Preeklamsia ringan menurut Cuningham dkk. (2005), dapat dilakukan
dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni :
1) Penatalaksanaan
rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu dianjurkan
banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah
karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet
phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas
instruksi dokter); roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu;
pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin
lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
2) Penatalaksanaan
rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria : setelah
duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan
dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau
lebih/minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu
atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila
setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka
preeklamsia ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam
perawatan dirumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan
kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi
baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat
jalan.
Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
1) Kehamilan
preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah mencapai normotensi
selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm; bila desakan darah
turun tetapi belum mencapai normotensi selama perawtan maka kehamilanya
dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
2) Kehamilan
aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi onset
persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan paa taksiran
tanda persalinan.
3) Cara persalinan : persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek kala II.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal.
2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
2. Konsep Pencegahan Preeklamsi
Menurut
Cuningham dkk. (2005), Berbagai strategi telah digunakan sebagai upaya
untuk mencegah preeklamsia. Biasanya strategi-strategi ini mencakup
manipulasi diet dan usaha farmakologis untuk memodifikasi mekanisme
patofisiologis yang diperkirakan berperan dalam terjadinya preeklamsia.
Usaha farmakologis mencakup pemakaian aspirin dosis rendah dan
antioksidan.
1 Manipulasi diet
Salah
satu usaha paling awal yang ditujukan untuk mencegah preeklamsia adalah
pembatasan asupan garam selama hamil, Knuist dkk. (1998) yang dikutip
oleh Cuningham (2005).
Berdasarkan
sebagian besar studi di luar amerika serikat, ditemukan bahwa wanita
dengan diet rendah kalsium secara bermakna beresiko lebih tinggi
mengalami hipertensi akibat kehamilan. Hal ini mendorong dilakukanya
paling sedikit 14 uji klinis acak yang menghasilkan metaanalisis yang
memperlihatkan bahwa suplementasi kalsium selama kehamilan menyebabkan
penurunan bermakna tekanan darah serta mencegah preeklamsia. Namun studi
yang tampaknya definitif dilakukan oleh Lavine dkk.,(1997) yang dikutip
oleh Cuningham (2005). Studi ini adalah suatu uji klinis acak yang
disponsori oleh the National Institute of Child Health and Human development.
Dalam uji yang menggunakan penyamar-ganda ini,4589 wanita nulipara
sehat dibagi secara acak untuk mendapat 2g suplemen kalsium atau
plasebo.
Manipulasi
diet lainya untuk mencegah preeklamsia yang telah diteliti adalah
pemberian empat sampai sembilan kapsul yang mengandung minyak ikan
setiap hari. Suplemen harian ini dipilih sebagai upaya untuk
memodifikasi keseimbangan prostaglandin yang diperkirakan berperan dalam
patofisiologi preeklamsia.
2 Aspirin dosis rendah
Dengan
aspirin 60 mg atau plasebo yang diberikan kepada wanita primigravida
peka-angiotensin pada usia kehamilan 28 minggu. Menurunya insiden
preeklamsi pada kelompok terapi diperkirakan disebabkan oleh supresi
selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta tidak terganggunya
produksi prostasiklin. Berdasarkan laporan ini dan laporan lain dengan
hasil serupa, dilakukan uji klinis acak multisentra pada wanita beresiko
rendah dan tinggi di amerika serikat dan negara lain. Uji-uji klinis
ini secara konsisten menperlihatkan aspirin dosis rendah efektif untuk
mencegah preeklamsia. Dalam suatu analisis sekunder terhadap uji klinis
intervensi resiko-tinggi, memperlihatkan bahwa pemberian aspirin dosis
rendah secara bermakna menurunkan kadar tromboksan B2 ibu.
3 Antioksidan
Serum
wanita hamil normal memiliki mekanisme antioksidan yang berfungsi
mengendalikan peroksidasi lemak yang diperkirakan berperan dalam
disfungsi sel endotel pada preeklamsia. serum wanita dengan preeklamsia
memperlihatkan penurunan mencolok aktivitas antioksidan. Schirif
dkk.,(1996) yang dikutip oleh Cuningham (2005), menguji hipotesis bahwa
penurunan aktifitas antioksidan berperan dalam preeklamsia dengan
mempelajari konsumsi diet serta konsentrasi vitamin E dalam plasma pada
42 kehamilan dengan 90 kontrol. Mereka menemukan kadar vitamin E plasma
yang tinggi pada wanita dengan preeklamsia, tetapi konsumsi vitamin E
dalam diet tersebut tidak berkaitan dengan preeklamsia. Mereka
berspekulasi bahwa tingginya kadar vitamin E yang diamati disebabkan
oleh respons terhadap stres oksidatif pada preeklamsia.
Penelitian
sistematik pertama yang dirancang untuk menguji hipotesis bahwa terapi
antioksidan untuk wanita hamil akan mengubah cedera sel endotel yang
dikaitkan dengan preeklamsia. Sebanyak 283 wanita hamil 18 sampai 22
minggu yang beresiko preeklamsia dibagi secara acak untuk mendapat
terapi antioksidan atau plasebo. Terapi antioksidan secara bermakna
menurunkan aktivasi sel endotel dan mengisyaratkan bahwa terapi semacam
ini mungkin bermanfaat untuk mencegah preeklamsia. Juga terjadi
penurunan bermakna insiden preeklamsia pada mereka yang mendapat vitamin
C dan E dibandingkan dengan kelompok kontrol (17 versus 11 persen,p <0,02).
4 Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan
antenatal care yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali
tanda-tanda sedini mungkin (preeklamsi ringan), lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus
selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklamsia kalau ada
faktor-faktor predisposisi, memberikan penerangan tentang manfaat
istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diet rendah
garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga
kenaikan berat badan yang berlebihan (Mochtar,2007).
Terapi paling efektif adalah pencegahan. Pada awal perawatan
prenatal,identifikasi wanita hamil yang beresiko tinggi, pengenalan, dan
laporan gejala-gejala peringatan fisik merupakan komponen inti untuk
mengoptimalkan hasil pada maternal dan perinatal. Kemampuan perawat
dalam memeriksa faktor-faktor dan gejala-gejala preeklamsia pada klien
tidak dapat terlalu dihrapkan. Perawat dapat melakukan banyak hal dalam
tugas pendukung. Tindakan harus diambil untuk menambah pengetahuan dan
akses publik pada perawatan antenatal. Konseling, penyerahan sumberdaya
masyarakat, pengerahan sistem pendukung, konseling nutrisi dan informasi
tentang adaptasi normal pada kehamilan merupakan komponen pencegahan
yang esensial pada perawatan (Bobak, Jensen.2000).
Penyakit ini hanya muncul saat kehamilan saja dan harus ditangani dengan
baik agar tidak berkelanjutan dan membahayakan ibu maupun janin.
“Keracunan kehamilan (toxemia gravidarum) sebenarnya adalah nama lain
untuk penyakit preeklampsia/eklampsia pada kehamilan ataupun dalam masa
nifas. Penyakit ini ditandai dengan hipertensi dan adanya protein di
dalam urin pada kehamilan lebih dari 20 minggu,” buka Dr. med. Damar
Prasmusinto, SpOG(K) dari Brawijaya Women and Children Hospital.
Disebut keracunan kehamilan karena hanya terjadi saat kehamilan saja -
bukan saat tidak sedang hamil – dan kelak setelah melahirkan, kondisi si
ibu akan kembali normal.
Waspadai Gejalanya!
Preeklampsia bisa ringan atau parah. Disebut preeklampsia ringan bila
kehamilan ditandai dengan timbulnya hipertensi 140/90 mmHg disertai
protein di urin (+1).
Sementara bila kehamilan disertai hipertensi 160/110mmHg dan protein di
urine (+3), sudah termasuk kategori preeklampsia berat/eklampsia.
Meski begitu, walau tekanan darah mencapai 135/85 mmHg, BuMil harus
tetap waspada bila kehamilan disertai keluhan seperti: sakit kepala yang
terus menerus, rasa nyeri pada ulu hati, bengkak pada bagian kaki,
timbul rasa mual – bahkan muntah – serta adanya gangguan penglihatan
yang membuat pandangan menjadi kabur; karena kondisi tersebut bisa
kategorikan sebagai preeklampsia berat.
Komplikasi
Penyebab keracunan kehamilan ini masih menjadi misteri, alias belum
diketahui pasti. Namun, para ahli sepakat bahwa penyakit ini dimulai
saat terjadinya plasentasi (proses pembentukan struktur dan jenis
plasenta), yaitu saat di awal kehamilan, plasenta menempel ke dinding
rahim.
Nah, ketika itu, seharusnya terjadi perubahan pembuluh darah rahim dan
plasenta, agar rahim ibu dapat memenuhi kebutuhan darah plasenta dan
janin. “Namun pada preeklampsia, perubahan pembuluh darah rahim tidak
terjadi dengan sempurna, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi pada
ibu dan bayi,” papar Dr. Damar.
Mengapa ini terjadi? Diduga karena kelainan genetik, kelainan sistem
kekebalan ibu, ketidakseimbangan oksidan-antioksidan, gangguan sistem
pembekuan darah, dan adanya penyakit yang menyertai kehamilan seperti
diabetes, kegemukan, atau kelainan ginjal.
Trimester II dan III
Preeklampsia biasanya sering terjadi pada trimester II setelah 20 minggu
kehamilan; dan paling sering terjadi pada trimester III setelah 30
minggu kehamilan.
Gejala preeklampsia bisa muncul pula sebelum usia kehamilan 20 minggu,
tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Semakin dini munculnya gejala
preeklampsia maka semakin buruk prognosisnya.
Eklampsia, Kelanjutan Preeklampsia
Jika preeklampsia tidak ditangani sesegera mungkin, maka BuMil berisiko
tinggi mengalami gagal ginjal akut, perdarahan otak, pembekuan darah
intravaskular, pembengkakan paru-paru, kolaps pada sistem pembuluh
darah, dan eklampsia.
Ya, eklampsia merupakan gangguan tahap lanjutan yang ditandai dengan
serangan kejang-kejang yang bisa berakibat sangat serius bagi BuMil dan
bayinya.
Menurut data, pre eklamsia/eklamsia dapat terjadi ± 10 persen dari
seluruh jumlah kehamilan. Dan dari 10 persen tersebut, bila terkena
eklamsia, 30 persen diantaranya meninggal. Sedangkan untuk pre eklamsia
sendiri, 20 persen menjadi penyebab kematian BuMil.
Rawat Jalan atau Rawat Inap?
Bila BuMil didiagnosis mengalami preeklampsia/eklampsia, maka melahirkan
adalah cara yang paling tepat guna melindungi BuMil dan mungkin janin
yang dikandungnya.
Sayangnya hal ini tak selalu bisa dilakukan karena bisa jadi usia bayi dalam kandungan masih terlalu dini untuk dilahirkan.
Bila mengalami preeklampsia ringan, BuMil masih diperbolehkan dokter
untuk rawat jalan dengan selalu dikontrol tekanan darahnya. Sebaliknya,
bila sudah termasuk preeklampsia berat, BuMil harus menjalani perawatan
di rumah sakit.
Pengobatan
Bila preeklampsia disertai kejang-kejang berarti BuMil sudah termasuk
dalam kondisi eklampsia. Tak bisa tidak, ini merupakan kondisi gawat
darurat dan memerlukan penanganan tepat dan segera.
“Kalau terjadi kasus ibu hamil dengan eklampsia di rumah, segera bawa
BuMil ke rumah sakit, jika perlu rumah sakit dengan fasilitas yang
lengkap sehingga BuMil tetap dalam penanganan dokter. Selanjutnya dokter
akan memberikan obat antihipertensi dan tambahan infuse MgS04 (anti
kejang) serta obat-obatan suportif berupa antioksidan. Penting untuk
mencegah BuMil kejang kembali, kemudian bayinya segera dilahirkan
berapapun usia kehamilannya...” ujar Staf Divisi Fetomaternal,
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ini.
Bisa Alami Perdarahan
Lebih lanjut Dr. Damar mengatakan, BuMil penderita eklampsia bisa saja
mengalami perdarahan dari kemaluan. “Jika terjadi perdarahan, biasanya
plasentanya sudah terlepas dari rahim sehingga ini membahayakan BuMil
dan bayinya. Untuk itu, mungkin diperlukan tindakan operasi sesar
segera,” paparnya.
Meski demikian, perdarahan dapat pula terjadi setelah bayi lahir.
Kondisi ini memang tidak membahayakan bayi, tetapi membahayakan jiwa si
ibu.
Disebut perdarahan pascapersalinan apabila jumlah darah yang keluar
lebih dari 500 cc. Penyebab utama terjadinya perdarahan ini adalah rahim
tidak berkontraksi setelah bayi lahir.
Perlu atau tidaknya si ibu ditransfusi bergantung dari berat ringannya anemia akibat perdarahan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Azwar, Saifuddin.2009. Sikap Manusia Teori Dan Pengukuranya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Bobak, Margaret Duncan. 2000. Perawatan Maternitas dan Ginekologi. Bandung : YIA-PKP
Cuningham, F. Gary.Dkk. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
Machfoedz, Eko Suryani. 2009. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Firamaya
Manuaba, I.A Candradinata.Dkk. 2008 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC
Maulana, D.J Heri. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Nursalam, Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Infomedika
Nursalam.2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Notoatmodjo, Sukidjo. 2010. Metodologi Riset Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Sukidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo,Sukidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Perry, Potter. 2005. Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar. Jakarta : EGC
Rukiyah, Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi.Jakarta : TIM
Salmah. Dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta: EGC
Sastrawinata, Sulaiman.Dkk. 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC
Syarifudin, Yudhia Fratidhina. 2009. Promosi Kesehatan Untuk Mahasiswa Kebidanan.Jakarta : TIM
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Yulianti, Devi.2005. Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2010 Angka Kematian Ibu.www.Google.com. Download 3 November 2011
Ensiklopedia bebas berbahasa 2011, Pengetahuan .www. Wikipedia. Co.Id. download:3 November 2011
0 comments:
Posting Komentar